GURU SMA

Foto guru SMA N 1 Fakfak Tahun 2005

Meriam Masa Penjajahan Jepang

Peninggalan Jepang di Distrik Kokas, berupa meriam yang merupakan basis pertahanan Jepang pada masa Prang Dunia ke-2.

Kota Fakfak

Guru wajib mengikuti perkembangan zaman dalam mengembangkan profesi kependidikan.

Kota Fakfak

Ikon Baru Kota Fakfak: Satu Tungku Tiga Batu.

Ikon Fakfak City

Fakfak City menjadi ikon kota Fakfak satu lokasi dengan Satu Tungku Tiga Batu

Wisata Permandian Jalan Baru Fakfak, Murah Meriah

Pantai reklamasi yang digagas oleh Bupati Karateker Mayor, menjadi wisata permandian baru di Fakfak dengan lokasi yang strategis dan ekonomis.

Jumat, 23 Desember 2016

SEKOLAH RUJUKAN SMA NEGERI 1 FAKFAK

SMA Negeri 1 Fakfak merupakan salah satu Sekolah rujukan Pelaksana Kurikulum 2013 sesuai Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Salah satu program kerja sekolah rujukan adalah membuat profil sekolah untuk memperkenalkan sekolah rujukan ke seantero nusantara bahkan ke luar negeri.

Berikut video Profil Sekolah Rujukan SMA Negeri 1 Fakfak Tahun Pelajaran 2016/2017



Terima kasih.

Rabu, 19 Oktober 2016

IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DALAM PEMBELAJARAN PPKn DI SMA NEGERI 1 FAKFAK PAPUA BARAT



IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DALAM PEMBELAJARAN PPKn DI SMA NEGERI 1 FAKFAK PAPUA BARAT
oleh
HESBON FAREL NAINGGOLAN, S.I.P.
Telah dipresentasikan di depan Juri pada Pembekalan Anugerah Konstitusi Guru PPKn SMA/SMK, Hotel Kaisar, Jakarta, 10-13 Oktober 2016

A.    LATAR BELAKANG
Konsep pendidikan di Indonesia selalu berubah dengan tujuan untuk mencari dan menemukan formula terbaik seiring perubahan dan perkembangan zaman. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan 2004, 2006 serta yang terbaru adalah kurikulum 2013 (Wikipedia, akses 18/9/2016). Perubahan kurikulum mencakup isi dan mata pelajaran termasuk dalam pelajaran yang selalu mengalami perubahan adalah Pendidkan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Sebelumnya pada Kurikulum 2006, PPKn dikenal Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Dan di awal perkenalan PPKn disebut dengan pelajaran Civic tahun 1962 (Asep, 2009). Perubahan nama pelajaran PPKn menunjukkan sifat kurikulum yang dinamis dan fluktuatif. Namun, apapun nama kurikulumnya yang menjadi fokus perhatian adalah muatan dan nilai setiap pelajaran yang mengalami perubahan.
Pada kurikulum 2013, kurikulum dirancang dengan tujuan untuk mempersiapkan insan Indonesia supaya memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warganegara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara  dan peradaban dunia. Kurikulum adalah instrumen pendidikan untuk dapat membawa insan Indonesia memiliki kompetensi sikap, pengetahuan, dan  keterampilan sehingga dapat menjadi pribadi dan warga negara yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif.
Salah satu langkah dalam penyusunan kurikulum 2013 adalah penataan ulang PKn menjadi PPKn, dengan rincian sebagai berikut:
1.    Mengubah nama mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
2.    Menempatkan mata pelajaran PPKn sebagai bagian utuh dari kelompok mata pelajaran yang memiliki misi pengokohan kebangsaan.
3.    Mengorganisasikan SK-KD dan indikator PPKn secara nasional dengan memperkuat nilai dan moral Pancasila; nilai dan norma UUD NRI Tahun 1945; nilai  dan semangat Bhinneka Tunggal Ika; serta wawasan dan komitmen  Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4.    Memantapkan pengembangan peserta didik dalam dimensi: (1) pengetahuan kewarganegaraan; (2) sikap kewarganegaraan; (3) keterampilan kewarganegaraan; (4) keteguhan kewarganegaraan; (5) komitmen kewarganegaraan; dan (6) kompetensi kewarganegaraan.
5.    Mengembangkan dan menerapkan berbagai model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik PPKn yang berorientasi pada pengembangan karakter peserta didik sebagai warganegara yang cerdas dan baik secara utuh.
6.    Mengembangkan dan menerapkan berbagai model penilaian proses pembelajaran dan hasil  belajar  PPKn (Balitbang Puskurbuk Kemdikbud, 2012).

Konsekuensi penataan ulang PKn menjadi PPKn terletak pada implementasi dalam pembelajaran di sekolah. Alokasi waktu, ketersediaan sarana prasarana, kemauan politik yang baik dan kemampuan guru dalam mengimplementasikan muatan kurikulum menjadi penentu dalam mencapai tujuan kurikulum.

B.    PERUMUSAN MASALAH
              Perubahan mata pelajaran PKn menjadi PPKn dalam kurikulum 2013 membawa konsekuensi dalam implementasi pembelajaran di sekolah. Masalah yang harus dijawab adalah: Bagaimana proses implementasi pelajaran PPKn dalam Kurikulum 2013 di SMA Negeri 1 Fakfak.

C.    TUJUAN PENULISAN
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui proses implementasi pelajaran PPKn dalam kurikulum 2013 di SMA Negeri 1 Fakfak.

D.    MANFAAT PENULISAN
Tulisan ini diharapkan memberi kontribusi secara positif dalam implementasi Pelajaran PPKn dalam Kurikulum 2013 di SMA Negeri 1 Fakfak, di Kabupaten maupun di tingkat pengambil keputusan.

E.   SISTEMATIKA PENULISAN
       Dalam penyelesaian penyusunan makalah ini penulis menggunakan studi kepustakaan, yaitu penulis mencari buku-buku yang berhubungan dengan kurikulum dan PPKn.

1.    KAJIAN TEORI
A.   PENGERTIAN KURIKULUM
Untuk memahami tentang makna dari kurikulum, berikut ini akan disampaikan pengertian dari kurikulum berdasarkan pendapat dari berbagai ahli.
Menurut Olivia (1997), menyatakan bahwa: “ we may think of the curriculum as a program, a plan, content, and learning experiences, whereas we may characterize instruction as methods, the teaching act, implementation, and presentation”. Olivia termasuk orang yang setuju dengan pemisahan antara kurikulum dengan pengajaran dan merumuskan kurikulum sebagai a plan or program for all the experiences that the learner encounters under the direction of the school.
Menurut Kerr, J. F (1968): Kurikulum adalah semua pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan secara individu ataupun secara kelompok, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Menurut Inlow (1966): Kurikulum adalah usaha menyeluruh yang dirancang oleh pihak sekolah untuk membimbing murid memperoleh hasil pembelajaran yang sudah ditentukan. Menurut Neagley dan Evans (1967): kurikulum adalah semua pengalaman yang dirancang dan dikemukakan oleh pihak sekolah. Menurut Beauchamp (1968): Kurikulum adalah dokumen tertulis yang mengandung isi mata pelajaran yang diajar kepada peserta didik melalui berbagai mata pelajaran, pilihan disiplin ilmu, rumusan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Good V. Carter (1973): Kurikulum adalah kumpulan kursus ataupun urutan pelajaran yang sistematik (http://www.pengertianahli.com, akses 18 Sep 2016).
Pengertian di atas menggambarkan definisi kurikulum dalam arti teknis pendidikan. Pengertian tersebut diperlukan ketika proses pengembangan kurikulum sudah menetapkan apa yang ingin dikembangkan, model apa yang seharusnya digunakan dan bagaimana suatu dokumen harus dikembangkan. Kebanyakan dari pengertian itu berorientasi pada kurikulum sebagai upaya untuk mengembangkan diri peserta didik, pengembangan disiplin ilmu, atau kurikulum untuk mempersiapkan peserta didik untuk suatu pekerjaan tertentu.
Menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal 1 ayat (19), menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: peningkatan iman dan takwa; peningkatan akhlak mulia; peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; keragaman potensi daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; agama; dan dinamika perkembangan global.

B.   SEJARAH KURIKULUM DAN PELAJARAN PPKN DI INDONESIA

a.    Sejarah Perkembangan Kurikulum Indonesia
Berdasarkan sejarah pendidikan di Indonesia, kurikulum mengalami beberapa kali perubahan mulai dari tahun 1947 yang diberi nama rencana pembelajaran 1947 yang menekankan pembentukan karakter manusia yang berdaulat, tahun 1952 dengan nama rencana  pelajaran terurai 1952, tahun 1964 dengan nama rentjana  pendidikan 1964. Selanjutnya kurikulum 1968 yang  bertujuan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan  jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Tahun 1975 dengan nama satuan pelajaran yang menekankan konsep Management By Objective (MBO), kurikulum 1984 dengan nama kurikulum 1975 yang disempurnakan yang menekankan siswa sebagai subjek  belajar, kurikulum 1994, tahun 2004 dengan sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang menitiberatkan pada pengembangan kemampuan (kompetensi) melakukan tugas-tugas yang diberikan oleh guru, kemudian berubah lagi pada tahun 2006 diberlakukanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mana dalam kurikulum ini guru sangat  berperan dalam menguasai proses pembelajaran, dan yang terbaru yaitu kurikulum 2013 yang berlaku mulai tahun ajaran 2013/2014 (Fitriya, 2014).

b.    Sejarah Perkembangan Pelajaran PPKn di Indonesia
Sebagai mata pelajaran di setiap sekolahan, Pendidikan Kewarganegaraan telah mengalami perkembangan yang fluktuatif, baik dalam kemasan maupun substansinya. Hal tersebut dapat dilihat dalam substansi kurikulum PKn yang sering berubah dan tentu saja disesuaikan dengan kepentingan negara. Secara historis, epistemologis dan pedagogis, pendidikan kewarganegaraan berkedudukan sebagai program kurikuler dimulai dengan diintroduksikannya mata pelajaran Civics dalam kurikulum SMA tahun 1962 yang berisikan materi tentang pemerintahan Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (Dept. P&K: 1962). Pada saat itu, mata pelajaran Civics atau kewarganegaraan, pada dasarnya berisikan pengalaman belajar yang digali dan dipilih dari disiplin ilmu sejarah, geografi, ekonomi, dan politik, pidato-pidato presiden, deklarasi hak asasi manusia, dan pengetahuan tentang Perserikatan Bangsa-Bangsa (Somantri, 1969:7). Istilah Civics tersebut secara formal tidak dijumpai dalam Kurikulum tahun 1957 maupun dalam Kurikulum tahun 1946. Namun secara materiil dalam Kurikulum SMP dan SMA tahun 1957 terdapat mata pelajaran tata negara dan tata hukum, dan dalam kurikulum 1946 terdapat mata pelajaran pengetahuan umum yang di dalamnya memasukkan pengetahuan mengenai pemerintahan. Kemudian dalam kurikulum tahun 1968 dan 1969 istilah civics dan Pendidikan Kewargaan Negara digunakan secara bertukar-pakai (interchangeably). Misalnya dalam Kurikulum SD 1968 digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang dipakai sebagai nama mata pelajaran, yang di dalamnya tercakup sejarah Indonesia, geografi Indonesia, dan civics (d iterjemahkan sebagai pengetahuan kewargaan negara). Dalam kurikulum SMP 1968 digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang berisikan sejarah Indonesia dan Konstitusi termasuk UUD 1945. Sedangkan dalam kurikulum SMA 1968 terdapat mata pelajaran Kewargaan Negara yang berisikan materi, terutama yang berkenaan dengan UUD 1945. Sementara itu dalam Kurikulum SPG 1969 mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara yang isinya terutama berkenaan dengan sejarah Indonesia, konstitusi, pengetahuan kemasyarakatan dan hak asasi manusia (Dept. P&K: 1968a; 1968b; 1968c; 1969). (Winataputra, 2006:1). Secara umum mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara membahas tentang nasionalisme, patriotisme, kenegaraan, etika, agama dan kebudayaan (Somantri, 2001:298)
c.    Pada Kurikulum tahun 1975 istilah Pendidikan Kewargaan Negara diubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang berisikan materi Pancasila sebagaimana diuraikan dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4. Perubahan ini sejalan dengan missi pendidikan yang diamanatkan oleh Tap. MPR II/MPR/1973. Mata pelajaran PMP ini merupakan mata pelajaran wajib untuk SD, SMP, SMA, SPG dan Sekolah Kejuruan. Mata pelajaran PMP ini terus dipertahankan baik istilah maupun isinya sampai dengan berlakunya Kurikulum 1984 yang pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975 (Depdikbud: 1975 a, b, c dan 1976). Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pada masa itu berorientasi pada value inculcationdengan muatan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 (Winataputra dan Budimansyah, 2007:97)
d.    Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistim Pendidikan Nasional yang menggariskan adanya muatan kurikulum Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan, sebagai bahan kajian wajib kurikulum semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan (Pasal 39), Kurikulum Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 1994 mengakomodasikan misi baru pendidikan tersebut dengan memperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau PPKn. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, Kurikulum PPKn 1994 mengorganisasikan materi pembelajarannya bukan atas dasar rumusan butir-butir nilai P4, tetapi atas dasar konsep nilai yang disaripatikan dari P4 dan sumber resmi lainnya yang ditata dengan menggunakan pendekatan spiral meluas atau spiral of concept development. Pendekatan ini mengartikulasikan sila-sila Pancasila dengan jabaran nilainya untuk setiap jenjang pendidikan dan kelas serta catur wulan dalam setiap kelas.
e.    Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) pada masa ini karakteristiknya didominasi oleh proses value incucation dan knowledge dissemination. Hal tersebut dapat lihat dari materi pembelajarannya yang dikembangkan berdasarkan butir-butir setiap sila Pancasila. Tujuan pembelajarannya pun diarahkan untuk menanamkan sikap dan prilaku yang beradasarkan nilai-nilai Pancasila serta untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan untuk memahami, menghayati dan meyakini nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman dalam berprilaku sehari-hari (Winataputra dan Budimansyah, 2007:97).
f.     Dengan dberlakukannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, diberlakukan kurikulum yang dikenal dengan nama Kurikulum berbasis Kompetensi tahun 2004 dimana Pendidikan Kewarganegaraan berubah nama menjadi Kewarganegaraan. Tahun 2006 namanya berubah kembali menjadi Pendidikan Kewarganegaraan, di mana secara substansi tidak terdapat perubahan yang berarti, hanya kewenangan pengembangan kurikulum yang diserahkan pada masing-masing satuan pendidikan, maka kurikulum tahun 2006 ini dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
g.    Secara Konseptual istilah Pendidikan Kewarganegaraan dapat terangkum sebagai berikut : (a)    Kewarganegaraan (1956), (b)   Civics (1959), (c)    Kewarganegaraan (1962), (d)   Pendidikan Kewarganegaraan (1968), (e)    Pendidikan Moral Pancasila (1975), (f)    Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan (1994), (g)   Pendidikan Kewarganegaraan (UU No. 20 Tahun 2003), (h) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PP No. 24 Tahun 2016).
3. PEMBAHASAN

A.   MUATAN PPKn DALAM KURIKULUM
Perubahan kurikulum sebagian besar mengubah konsep dan pendekatan pembelajaran yang digunakan pada pelajaran PPKn. Pendekatan pembelajaran didasarkan pada muatan materi ketersediaan waktu dalam proses pembelajaran. Salah satu pertimbangan PKn berubah kembali menjadi PPKn adalah karena pada pada kurikulum 2006, Pancasila tidak dimunculkan secara eksplisit sehingga (seolah) hilang dalam Kurikulum PKn walau ada pokok bahasa yang khusus membahas tentang Pancasila, hanya porsinya sedikit. Oleh karena itu, saat ini Pancasila dimunculkan kembali untuk mengingatkan kepada kita semua bahwa karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia berlandaskan kepada Pancasila, tidak mengadopsi secara mentah-mentah nilai-nilai pendidikan kewarganegaraan versi barat (Amerika) yang membuat kondisi demokrasi di Indonesia kebablasan seperti saat ini. Masuknya kembali Pancasila sebagai bagian dari perubahan mata pelajaran PKn menjadi PPKn adalah sebagai bagian dari penguatan 4 (empat) pilar kebangsaan yang meliputi: Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Keempat pilar tersebut saling terkait antara satu dengan yang lain, dan kesemuanya dijiwai oleh Pancasila. Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. PPKn merupakan mata pelajaran yang sangat relevan untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut. Nama PPKn sebenarnya bukan hal yang baru pada kurikulum pendidikan nasional. Pada Kurikulum 1994 nama PPKn juga muncul, kemudian pada kurikulum 2006 “hilang”, dan pada Kurikulum 2013 Pancasila dimunculkan kembali. Pada kurikulum 2006 disebutkan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sedangkan pada kurikulum 2013 Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan untuk mengembangkan peserta didik menjadi manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Ruang lingkup kurikulum/substansi utama perubahan PKn menjadi PPKn dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel Ruang Lingkup Kurikulum/ Substansi Utama Perubahan PKn 2006 menjadi PPKn 2013
PKn 2006
PPKn 2013
  1. Persatuan dan kesatuan bangsa;
  2. Norma, hukum, dan peraturan;
  3. Hak asasi manusia;
  4. Kebutuhan warga negara;
  5. Konstitusi negara;
  6. Kekuasaan dan politik;
  7. Pancasila;
  8. Globalisasi.
  1. Pancasila, sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa;
  2. UUD 1945 sebagai hukum dasar yang menjadi landasan konstitusional kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;
  3. Bhinneka Tunggal Ika, sebagai wujud keberagaman kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam keberagaman yang kohesif dan utuh;
  4. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai bentuk negara Indonesia.
(Sumber : Balitbang Puskurbuk Kemdibud, 2012)
Secara ringkas, peta konsep perubahan muatan materi pembelajaran PKn menjadi PPKn adalah memperkuat konsep Pancasila dalam proses pembelajaran. Pancasila sebagai Dasar Negara semakin pudar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, baik di kalangan siswa maupun di kalangan pejabat negara. Selain itu, degradasi moral dan karakter bangsa diyakini sebagai akibat hilangnya pemahaman terhadap nilai dasar negara. Pemahaman dan penghargaan terhadap nilai juang kepahlawanan yang kurang dapat diukur dari rendahnya kemampuan siswa dalam menyanyikan lagu-lagu nasional, kurangnya niat siswa untuk mengikuti kegiatan paskibraka, upacara bendera dan tidak tersedianya atribut kebangsaan dalam kelas dan beberapa kelas belum memenuhi syarat sebagai ruang belajar untuk Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

B.   PEMBELAJARAN PPKn

      Proses pembelajaran PPKn di kelas membutuhkan waktu dan sarana prasarana yang memadai agar hakikat dan tujuan pembelajaran tercapai. Pembelajaran dimaksudkan agar tercipta kesadaran sebagai warga negara (civic literacy), yaitu komunikasi sosial kultural kewarganegaraan (civic engagement), Kemampuan berpartisipasi sebagai warga negara (civic skill and participation), Penalaran kewarganegaraan (civic knowledge), Partisipasi kewarganegaraan secara bertanggung jawab (civic participation and civic responsibility). Salah satu pertimbangan PKn berubah kembali menjadi PPKn adalah karena pada pada kurikulum 2006, Pancasila tidak dimunculkan secara eksplisit sehingga (seolah) hilang dalam Kurikulum PKn walau ada pokok bahasa yang khusus membahas tentang Pancasila, hanya porsinya sedikit. Masuknya kembali Pancasila sebagai bagian dari perubahan mata pelajaran PKn menjadi PPKn adalah sebagai bagian dari penguatan 4 (empat) pilar kebangsaan yang meliputi: Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Keempat pilar tersebut saling terkait antara satu dengan yang lain, dan kesemuanya dijiwai oleh Pancasila. Jika dianalisis Kompetensi Dasar PPKn 2013 jenjang SD, SMP, dan SMA, maka guru PPKn dituntut untuk mampu mengembangan pendekatan, strategi, dan metode pembelajaran. Pendekatan pembelajaran digambarkan sebagai kerangka umum tentang skenario yang digunakan guru untuk membelajarkan siswa, dalam rangka mencapai suatu tujuan pembelajaran. Model pendekatan pembelajaran terbadi menjadi dua. Pertama pendekatan pembelajaran berpusat kepada guru (teacher centered), dan kedua pendekatan pembelajaran berpusat kepada siswa (student centered). Strategi adalah cara-cara yang akan dipilih dan digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi pembelajaran, sehingga akan memudahkan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran. Dapat juga diartikan sebagai suatu rencana untuk mencapai tujuan. Terdiri dari metode, teknik, dan prosedur. Sedangkan metode adalah Cara yang digunakan guru dalam menjalankan fungsinya dan merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka guru PPKn dituntut untuk mampu mengembangkan proses pembelajaran supaya lebih menarik, menyenangkan, menantang, dan membentuk peserta didik untuk mampu berpikir kritis dan konstruktif. Guru PPKn harus mampu menyajikan materi pembelajaran secara kontekstual, mengaitkan materi pelajaran dengan kondisi nyata di lapangan Mengaitkan antara teori dengan praktik, antara harapan dan kenyataan, mengidentifikasi masalah yang terjadi, dan mendorong peserta didik untuk memunculkan alternatif pemecahan masalah.
      Alternatif metode yang cocok untuk mewujudkan hal tersebut di atas, guru PPKn bisa menggunakan metode ceramah, diskusi, observasi, simulasi, inquiry, bermain peran, studi kasus, kunjungan lapangan, penugasan, proyek, debat, portofolio, atau metode lainnya yang dinilai relevan. Apa pun metode yang digunakan, yang penting bisa memberikan pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan warga negara serta internalisasi karakter kewarganegaraan kepada peserta didik. Mata pelajaran PPKn yang dikemas secara menarik akan membuat peserta didik menyenanginya, merasa perlu, tidak menjadi beban, dan merasakan manfaat setelah mempelajarinya. Selain akan mengubah image bahwa mata pelajaran PPKn membosankan karena menurut penulis, penilaian bahwa suatu mata pelajaran membosankan atau tidak, di samping dipengaruhi oleh minat peserta didik, juga dipengaruhi oleh cara guru menyampaikannya. Dengan kata lain, guru harus mampu menampilkan pribadi yang menyenangkan di hadapan peserta didik.

C.   PEMBELAJARAN PPKN DI SMA NEGERI 1 FAKFAK
Pembelajaran PPKn di SMA Negeri 1 Fakfak mestinya tidaklah berbeda dengan sekolah lain. Namun demikian, beberapa hal menjadi pembeda di SMA Negeri 1 Fakfak dibanding sekolah lain di luar Papua antara lain:
1.    Sosial Ekonomi
Kondisi sosial di Kabupaten Fakfak berbeda dengan kondisi sosial di luar daerah Papua. Status daerah termiskin yang disandang Provinsi Papua Barat yaitu 36,80% sangat berpengaruh terhadap konsep pendidikan di kalangan penduduk dan pejabat daerah. Menyandang status sebagai daerah otonomi khusus (Otsus sesuai UU No. 21 Tahun 2001) mestinya mampu mengangkat harkat dan martabat orang asli Papua. Faktanya, Papua Barat belum mampu berbenah dari predikat sebagai daerah termiskin. Status ini akan sangat berpengaruh pada konsep pendidikan masyarakatnya. Derajat kemiskinan masih membelenggu masyarakat, sehingga pendidikan belum menjadi kebutuhan utama.

2.    Kondisi Politik
Status Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat sejak 2001 tidak langsung mengubah pandangan orang Papua terhadap status kebangsaan orang asli Papua. Status kebangsaan orang asli Papua masih terlalu sering diragukan oleh sebagian besar orang asli Papua. Hal ini berpengaruh terhadap pandangan orang asli Papua dalam menyikapi pembelajaran PPKn. Tanggung jawab guru PPKn untuk membangkitkan semangat cinta tanah air banyak terkendala dalam doktrin berkembangnya nasionalisme ganda orang asli Papua (Meteray, 2012).
Sekolah sebagai institusi formal mempunyai tanggung jawab dalam merevitalisasi sense of nationalism, disemai, ditumbuhkan dan siap untuk menjadi penopang tegaknya NKRI (Supandi, 2012:25). Pembentukan rasa kebangsaan terhadap bangsa Indonesia bukan timbul begitu saja. Menurut Elson (Meteray,2014:3) menyebut di Indonesia, khususnya di Jawa merupakan tempat awal orang Indonesia mulai membicarakan “keindonesiaan”. Kesadaran keindonesiaan di Papua baru disemai pada 1945 hingga 1962 melalu gerakan bawah-tangan karena Papua masih di bawah pemerintahan kolonial Belanda (Meteray,2012:267).
Perbedaan wilayah serta sejarah terbentuknya Papua menjadi NKRI hingga kini masih menyimpan rasa bahwa orang Papua bukan bagian dari bangsa Indonesia (Soewarsono 2008:106). Pandangan ini mengakar dengan menguatnya keinginan merdeka dari sekelompok masyarakat yang melihat belum ada perbaikan kesejahteraan masyarakat sejak Papua menjadi bagian dari NKRI (Soewarsono, 2008:82). Pemahaman yang kurang baik terhadap Indonesia harus dikurangi dan dibuang habis melalui proses pembelajaran di sekolah.
Usaha untuk meningkatkan nasionalisme Indonesia di kalangan siswa salah satunya dilakukan melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam struktur kurikulum tujuan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah: 1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; 2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi; 3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; dan 4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, ruang lingkup utama pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah persatuan dan kesatuan bangsa di dalamnya dibahas hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan (Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi).


4. PENUTUP

A.   KESIMPULAN
Guru Pendidikan Kewarganegaraan berperan dalam membangun nasionalisme dengan menerapkan rasa cinta tanah air, kesadaran akan hak dan kewajiban, tanggung jawab, kepedulian sosial, dan semangat kebangsaan yang didasarkan pada Pancasila kepada siswa melalui proses pembelajaran.
Faktor-faktor yang menghambat dalam meningkatkan nasionalisme Indonesia terdapat pada diri siswa itu sendiri, siswa terlambat dan kurangnya kesadaran serta kepedulian siswa menjadi masalah utama yang dihadap guru Pendidikan Kewarganegaraan. Sikap apatis yang ditunjukkan siswa terlihat dari kurangnya peran dan partisipasi siswa dalam menjaga simbol-simbol negara yang ada dalam kelas. Selain itu kondisi siswa yang sudah terkontaminasi pengaruh global menyulitkan peningkatan nasionalisme Indonesia pada siswa. Upaya yang dilakukan guru PKn dalam mengatasi hambatan-hambatan yang muncul yaitu dengan melakukan pendekatan kepada siswa. Pendekatan dilakukan kepada perorangan, memotivasi siswa yang dinilai memiliki masalah dengan pembelajaran, memberikan solusi kepada siswa yang kesulitan belajar. Selain itu, guru Pendidikan Kewarganegaraan memposisikan diri sebagai yang patut dan layak ditiru dengan terlibat langsung dalam setiap kegiatan di sekolah antara lain menjadi pembina upacara, sebagai pendamping kegiatan paskibraka, hadir tepat waktu, dan bertindak adil

B.   SARAN
Untuk pihak sekolah lebih memfasilitasi kegiatan siswa dalam meningkatkan nasionalisme Indonesia pada siswa khususnya dalam melengkapi simbol-simbol kenegeraan di kelas, di ruang guru, di ruang kepala sekolah dan di sekolah secara umum.
Pada penentu dan pengambil keputusan negara, jumlah jam pembelajaran PPKn harus ditambah mengingat banyaknya materi dan beratnya tuntutan moral dan karakter bangsa yang harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh siswa.

REFERENSI
Balitbang Puskurbuk Kemdikbud, 2012
Olivia (1992). Developing the curriculum. (Third Edition). United States: HarperCollins Publisher.

Somantri, Numan. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Budimansyah dan Winataputra, Udin. (2007). Civic Education: Konteks, Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan UPI.

Meteray, Bernarda.Nasionalisme Ganda Orang Papua. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2012.

Supandi, Ade. Membangun Nasionalisme dalam Rangka Ketahanan Nasional dalam buku Perilaku Nasionalistik Masa Kini. Yogyakarta: Mata Bangsa, 2012



http://www.pengertianahli.com/2013/09/pengertian-kurikulum-menurut-para-ahli.html, akses 18 Sep 2016.