GURU SMA

Foto guru SMA N 1 Fakfak Tahun 2005

Meriam Masa Penjajahan Jepang

Peninggalan Jepang di Distrik Kokas, berupa meriam yang merupakan basis pertahanan Jepang pada masa Prang Dunia ke-2.

Kota Fakfak

Guru wajib mengikuti perkembangan zaman dalam mengembangkan profesi kependidikan.

Kota Fakfak

Ikon Baru Kota Fakfak: Satu Tungku Tiga Batu.

Ikon Fakfak City

Fakfak City menjadi ikon kota Fakfak satu lokasi dengan Satu Tungku Tiga Batu

Wisata Permandian Jalan Baru Fakfak, Murah Meriah

Pantai reklamasi yang digagas oleh Bupati Karateker Mayor, menjadi wisata permandian baru di Fakfak dengan lokasi yang strategis dan ekonomis.

Selasa, 21 Mei 2019

Nasionalisme Setengah Hati

NASIONALISME SETENGAH HATI, HARUS DIAPAKAN?
Oleh Hesbon F. Nainggolan, S.I.P.
(Guru PPKn pada SMA Negeri 1 Fakfak Papua Barat)


Sudah menjadi rahasia umum bahwa siswa kurang senang jika diminta secara langsung menyanyikan lagu-lagu yang bersifat nasional, misalnya Padamu Negeri, Indonesia Tanah Air Beta, Tanah Airku, dan lain-lain. Tapi coba minta siswa menyanyikan satu lagu kesanyangannya, pasti dengan senang hati akan dinyayikan dengan sekuat tenaga dan tidak akan berhenti sebelum diminta, dia juga akan mati-matian menghafal lagu itu sampai fasih. Berbeda dengan lagu nasional tadi, siswa akan menyanyikan dengan setengah hati dan malu-malu ditambah lagi dengan tidak menghafal lagunya. Alasannya, lagunya tidak menarik, kuno dan tidak sesuai dengan masa sekarang. Tapi itu siswa, bagaimana dengan pejabat negera kita?



Untuk menyegarkan ingatan, bahkan ada menteri Kabinet Indonesia Bersatu tidak tahu menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Teman saya, sebut saja Mr. X, saat sama-sama prajabatan, harus mengulang-ulang ssendiri lagu Padamu Negeri di depan kami peserta dan panitia karena selalu salah. Anehnya, teman saya itu tidak menunjukkan rasa malu apalagi rasa bersalah. Saat ditanya, mengapa tidak hafal, yang bersangkutan menjawab tidak tahu, tidak perlu dan sudah tidak zaman.
Kemudian, coba minta siswa dengan sukarela menjadi petugas upacara, sebagian besar akan menolak dengan alasan macam-macam, terutama untuk penggerek bendera. Jangankan sebagai petugas, untuk mengikuti upacara saja sudah sulit, juga dengan alasan macam-macam, misalnya sakit, terlambat, panas, dan seterusnya.
Lalu, coba perhatikan di kelas Anda, apakah Bendera Merah Putih, Lambang Dasar Negara Pancasila dan Gambar Presiden/wakilnya ada, serta adakah di sana gambar para pahlawan yang telah membuat negara Indonesia merdeka seperti saat ini? Jika pun ada, mungkin ada yang tempatnya tidak karuan, mungkin ada yang diletakkan begitu saja di laci meja yang seharusnya dipajang di dinding.
Sungguh ironi kehidupan berbangsa dari kebanyakan siswa di negeri kita. Gaya hidup yang modern membuat siswa menjadi lupa akan pendiri bangsanya. Ungkapan syukur atas kemerdekaan sering terlupakan karena digilas oleh derasnya arus teknologi seperti komputer, play stasion, hand phone dan internet. Ditambah lagi dengan minimnya sosialisasi dan pendidikan karakter yang diterima di rumah, di sekolah dan di masyarakat. Padahal, jika kita renungkan, perjuangan memperoleh kemerdekaan sangat berat. Masa penjajahan yang terjadi di Indonesia + 3,5 abad sungguh membuat para pendahulu kita hidup dalam kesengsaraan. Banyak yang rela berkorban nyawa demi memperjuangkan dan meraih satu kata MERDEKA. Kini, momen merebut kemerdekaan sudah basi, sudah usang dan dianggap tidak penting. Padahal, makna kemerdekaan sesungguhnya belumlah kita raih. Konsep merdeka yang harus diperjuangkan sekarang adalah mempertahankan dan mengisi kemerdekaan itu.
Pandangan waktu merebut dan mempertahankan kemerdekaan, Indonesia menunjukkan kesadaran bela negara yang optimal, di mana seluruh rakyat bersatu padu berjuang tanpa mengenal perbedaan, pamrih dan sikap menyerah yang timbul dari jiwa heroisme dan patriotisme karena perasaan senasib sepenanggungan dan setia kawan dalam perjuangan fisik mengusir penjajah. Dalam mengisi kemerdekaan, perjuangan yang dihadapi adalah perjuangan non fisik yang mencakup seluruh aspek kehidupan, khususnya dalam memerangi keterbelakangan, kemiskinan, kesenjangan sosial, korupsi, kolusi dan nepotisme dan dalam menguasai IPTEK, meningkatkan kualitas SDM, serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Di dalam perjuangan non fisik, kesadaran bela negara mengalami penurunan yang tajam apabila dibandingkan dengan perjuangan fisik. Hal ini tampak dari kurangnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan adanya beberapa daerah yang ingin memisahkan diri dari NKRI sehingga mengarah ke disintegrasi bangsa.
Kita kembali ke awal terbentuknya Indonesia yaitu masa Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 merupakan sumber hukum bagi pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Proklamasi kemerdekaan telah mewujudkan negara Republik Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Namun, negara yang diproklamirkan tersebut bukan merupakan tujuan semata, melainkan hanyalah alat untuk mencapai cita-cita bangsa dan tujuan nasional, yaitu mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Proklamasi kemerdekaan Indonesia mengandung arti sebagai berikut:
1.  Lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.  Puncak perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia.
3.  Titik tolak pelaksanaan Amanat Penderitaan Rakyat.
4.  Lahirnya tata hukum Indonesia.
Oleh karena itu, sebagai warga negara, dalam rangka mewujudkan rasa syukur atas proklamasi kemerdekaan dapat dilakukan melalui beberapa hal sebagai berikut.
1.    Mensyukuri nikmat kemerdekaan dengan jalan mengisi kemerdekaan sesuai dengan kemampuan, keahlian, dan keterampilan masing-masing.
2.    Menghormati dan menghargai jasa-jasa para pahlawan pejuang bangsa dengan cara meneruskan amanat cita-cita perjuangan bangsa.
3.    Memelihara dan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan jalan meningkatkan sikap toleran dan kerja sama antarwarga masyarakat.
4.    Menjaga keutuhan dan kedaulatan bangsa dengan cara rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara serta kesiapan dalam rangka bela negara.
5.    Meningkatkan kemandirian bangsa, dengan jalan memperkuat sendi-sendi peri kehidupan bangsa di segala bidang, yiatu ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan nasional1).
Cita-cita proklamasi dapat diwujudkan dengan meningkatkan wawasan kebangsaan dan wawasan nusantara. Wawasan nusantara perlu menjadi pola yang mendasari cara berpikir, bersikap dan betindak dalam rangka menghadapi, menyikapi, dan menangani permasalahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berorientasi kepada kepentingan rakyat dan keutuhan wilayah tanah air. Wawasan nusantara juga perlu diimplementasikan dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan serta dalam upaya menghadapi tantangan- tantangan dewasa ini. Karena itu, setiap warga negara Indonesia perlu memiliki kesadaran untuk:
1.      Mengerti, memahami, dan menghayati hak dan kewajiban warga negara serta hubungan warga negara dengan negara, sehingga sadar sebagai bangsa Indonesia yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila, UUD 1945 dan Wawasan Nusantara.
2.      Mengerti, memahami, dan menghayati bahwa di dalam menyelenggaraikan kehidupan negara memerlukan Konsepsi Wawasan Nusantara guna mencapai cita-cita dan tujuan nasional2).
Untuk mengetuk hati nurani setiap warga negara Indonesia agar sadar bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, diperlukan pendekatan dengan program yang teratur, terjadwal dan terarah. Hal ini akan mweujudkan keberhasilan dari implementasi wawasan nusantara. Dengan demikian Wawasan Nusantara terimplementasi dalam kehidupan nasional guna mewujudkan Ketahanan Nasional.
Di sekolah, Wawasan Nusantara dapat diimplementasikan dalam setiap proses pembelajaran dengan muatan karakter bangsa. Karakter bangsa dimaksud dapat diukur dan mudah dilaksanakan. Dapat dimulai dari hal-hal kecil, sepele namun sering terlupakan antara lain dimulai dari membiasakan melagukan lagu-lagu nasional setiap apel pagi (jika ada), membiasakan upacara bendera (bagi sekolah yang tidak upacara), melengkapi kelas dengan simbol-simbol kenegaraan dan gambar-gambar pahlawan pendiri negara, menyisipkan label kelas dengan nama-nama pahlawan bangsa (jika misalnya selama ini hanya dikenal kelas 1, 2, VI, VII, IX, XII maka dapat disisipkan nama kelas dengan misalnya kelas VI Soekarno, Kelas VII Moh. Hatta, Kelas X MIA Diponegoro, Kls X MIA Sisingamangaraja, dst. Selain itu, awal pembelajaran selalu memberi motivasi yang bersifat kebangsaan serta selalu bersyukur atas kehidupan saat ini. 
Fakfak, 04 Novemvember 2014

Sumber:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas X Semester 1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Hamid Drmadi, 2013. Urgensi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Penerbit Alfabet, Bandung.