GURU SMA

Foto guru SMA N 1 Fakfak Tahun 2005

Meriam Masa Penjajahan Jepang

Peninggalan Jepang di Distrik Kokas, berupa meriam yang merupakan basis pertahanan Jepang pada masa Prang Dunia ke-2.

Kota Fakfak

Guru wajib mengikuti perkembangan zaman dalam mengembangkan profesi kependidikan.

Kota Fakfak

Ikon Baru Kota Fakfak: Satu Tungku Tiga Batu.

Ikon Fakfak City

Fakfak City menjadi ikon kota Fakfak satu lokasi dengan Satu Tungku Tiga Batu

Wisata Permandian Jalan Baru Fakfak, Murah Meriah

Pantai reklamasi yang digagas oleh Bupati Karateker Mayor, menjadi wisata permandian baru di Fakfak dengan lokasi yang strategis dan ekonomis.

Rabu, 18 Februari 2015

MASALAH PEMERINTAHAN POLITIK TRADISIONAL DI PAPUA




A.      Penduhuluan
Sistem pemerintahan di Papua sudah berlangsung jauh sebelum Papua menjadi bagian NKRI dengan bentuk pemerintahan tradisional. Bentuk pemerintahan politik tradisional yang dikenal di Papua yaitu sistem kerajaan dan Ondoapi. Sistem kerjaan terdapat pada daerah transisi budaya mulai dari pesisir Barat Kepala Burung sampai di sebelah pantai selatan Papua. Etnik yang masuk sistem kerajaan adalah suku Moi, Ma’ya, Matbat, Beser atau Biak, Kawe, Siam, Kalabra, Inanwatan, Sekar, Iha, Baham, Iraratu, Kowiai, Mairasi dan Mimika.  Sedang sistem ondoapi dianut oleh suku Skou, Arso-Waris, Tobati, Ormu, Sentani, Moi, Tabla, Nimbora, dan Muris (Mansoben, 1995: 179).
Sedangkan struktur pemerintahan tradisional di Papua berdasarkan sistem kepemimpinan Pria Berwibawa (Big man), sistem politik ondoapi dan sistem kerajaan. Pola kepemimpina tradisional sampai saat ini masih berlangsung walaupun sebagian mengalami pergeseran sesuai arus perubahan dan tuntutan zaman.

B.      Perumusan Masalah
Banyaknya sistem pemerintahan politik tradisional di Papua menimbulkan berbagai masalah yang kadang bertentangan dengan sistem pemerintahan formal. Pertanyaan yang akan dibahas adalah:
1.       permasalahan apa saja yang ditimbulkan oleh pemerintahan politik trasidional?
2.       Apakah sistem pemerintahan tradisional masih relevan saat ini?

C.      Analisa

Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua, salah satu kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi  dan hak-hak dasar masyarakat Papua. Keberadaan pemimpin tradisional juga diakui dan diatur dalam pasal... UU Otsus No. 21 Tahun 2001. Pengakuan kepemimpinan tradisional (sekarang disebut kearifan lokal) menjadi bukti pengakuan bahwa Papua sama kedudukannya dengan Jawa(Sultan di DIY dan di Solo).

Keberadaan pemerintahan politik tradisional (informal) seperti kepala suku penting dalam memelihara kebersamaan yang damai di dalam masyarakat mereka. Para kepala suku masih didengarkan dan dihormati dengan baik di antara akar rumput. Kesetiaan kesukuan di dalam kerangka primordial membentuk hubungan-hubungan di antara orang asli Papua dan membangun identitas bersama sebagai anak adat Papua.

Kepemimpinan yang kharismatik dari para kepala suku ini memberikan kekuasaan untuk mempengaruhi dan di dalam beberapa kasus, menggerakkan masyarakat mereka (Yulia, 2008: 18).

Namun, berbagai masalah dalam kepemimpinan tradisional sering muncul dan belum menjadi perhatian serius dari masing-masing pemimpin. Pertama, Gaya kepemimpinan tradisional yang menempatkan kepentingan etnis seseorang di atas masyarakat umum diikuti oleh kurangnya kapasitas professional dalam mengelola pemerintahan yang sarat dengan hal-hal yang berorientasi proyek dari pada yang bermanfaat bagi publik. Kedua, Ruang untuk membelokkan dana publik berkaitan erat dengan tata cara penyampaian dana Otsus yang menentukan kualitas pengawasan dan transparansi yang masih lemah. Ketiga, belum terlihat koordinasi, baik manajerial dan program, antara propinsi, kabupaten sampai tingkat pedesaan perlu dibangun dan dipelihara. Keempat, terdapat indikasi krisis legitimasi dalam kepemimpinan informal yang disebabkan oleh perpecahan dan afiliasi para pemimpin informal. Perpecahan afiliasi kepemimpinan tradisional menyebabkan kerancuan di kalangan akar rumput karena sebenarnya posisi kepala suku merupakan status bawaan sebagai hasil warisan antar generasi sebagai orang yang berada di garis depan, para kepala suku sering dipakai untuk mengalirkan dan menyebarkan informasi tertentu termasuk indoktrinasi dari pihak-pihak yang berkepentingan atau para pengusaha konflik dalam rangka membangun opini publik.

Penting mengembangkan kesadaran terhadap konteks tertentu bagi para kepala suku sehingga mereka dapat bertindak secara aktif dan tidak melihat mereka sebagai obyek manipulasi; hal tersebut akan membuat mereka aktif secara berkontribusi secara positif.

Secara umum, koordinasi lebih jauh di tingkat elit tetap menjadi agenda yang perlu diadakan. Perlu ada mekanisme atau peraturan mengenai koordinasi antar departemen pemimpin tradisional dan badan pemerintah; MRP, DPRD dan Gubernur. Perda Provinsi Papua No. 4/2005 mengenai mekanisme pengangkatan anggota MRP harus diikuti dengan Perda-perda / Perdasus yang menguatkan keberadaan pemimpin politik tradisional. Hambatan pelaksanaan Otsus timbul dari ketiadaan kerangka kebijakan administratif (Perda dan Perdasus) yang seharusnya telah ditetapkan paling tidak dua tahun sesudah Otsus. Peningkatan kapasitas badan-badan Pemerintah perlu dilakukan untuk membuat Perda dan Perdasus sebagai tindakan tegas dan nyata dalam melindungi hak-hak penduduk asli Papua.

Akhirnya, rekomendasi yang harus diperhatikan agar pemerintahan politik tradisional di Papua masih diperlukan dan perlu diformalkan dengan memperhatikan hal berikut:
a.       Perlu pelindungan terhadap masyarakat hukum adat beserta kearifan lokal. Pemerintah dan DPR perlu segera merumuskan UU sebagaimana diamanatkan oleh Psl 18B (2) UUD 1945.
b.      Berdasarkan UU No. 21 / 2001 tentang Otsus Papua, Pemda dan DPRD perlu merumuskan dan membentuk PERDA yang dapat menjamin perlindungan terhadap hak masyarakat hukum adat.
c.       Pemerintah perlu melakukan inventarisasi hukum adat dan hak tradisional yang masih ada saat ini sebagai bahan pembentukan hukum ke depan.

D.      PENUTUP
Pemerintahan tradisional di Papua sangat mendukung pemerintahan formal. Maka perlu diperhatikan eksistensinya dengan menjadikan pemerintahan tradisional sebagai komponen pembangunan. Pemerintahan tradisional baik kerajaan, big man atau ondoapi harus dimuat dalam hukum formal sehingga mempunyai kedudukan hukum yang sah.


Daftar Pustaka:

Joszua Robert Mansoben. Sistem Politik Tradisional di Irian Jaya. Seri terbitan LIPI, 1995.

Yulia Sugandi. Analisis Konflik dan Rekomendasi Kebijakan Mengenai Papua. Friedrik Ebert Stiftung, Jakarta, 2008.