GURU SMA
Foto guru SMA N 1 Fakfak Tahun 2005
Meriam Masa Penjajahan Jepang
Peninggalan Jepang di Distrik Kokas, berupa meriam yang merupakan basis pertahanan Jepang pada masa Prang Dunia ke-2.
Kota Fakfak
Guru wajib mengikuti perkembangan zaman dalam mengembangkan profesi kependidikan.
Kota Fakfak
Ikon Baru Kota Fakfak: Satu Tungku Tiga Batu.
Ikon Fakfak City
Fakfak City menjadi ikon kota Fakfak satu lokasi dengan Satu Tungku Tiga Batu
Wisata Permandian Jalan Baru Fakfak, Murah Meriah
Pantai reklamasi yang digagas oleh Bupati Karateker Mayor, menjadi wisata permandian baru di Fakfak dengan lokasi yang strategis dan ekonomis.
Rabu, 19 November 2014
Selasa, 04 November 2014
Belajar dari Mandela
Dunia Kehilangan
Pada tanggal 5 Desember 2013 Nelson Mandela meninggal dunia dalam usia 95 tahun. Bukan hanya bangsa Afrika Selatan yang merasa kehilangan seorang pemimpin yang hebat, tapi seluruh dunia. Jiwa besarnya untuk memaafkan dan mengampuni orang-orang yang telah memenjarakannya selama 27 tahun, menjadi teladan dan menumbuhkan energi yang fantastis pada warga kulit hitam Afrika Selatan untuk tidak melakukan balas dendam pada warga kulit putih yang sejak tahun 1948 menjalankan politik apartheid yang menindas warga kulit hitam. Kebesaran jiwa Nelson Mandela menutup sejarah kelam Afrika Selatan dan membuka lembaran kehidupan baru di negaranya dengan membentuk Komisi Rekonsiliasi dan Kebenaran menjadi inspirasi bagi banyak orang dan negara di dunia, termasuk Indonesia.
Bersama dengan Frederik Willem de Klerk (presiden terakhir pemerintah kulit putih), Nelson Mandela menerima hadiah Nobel Perdamaian 1993. Setahun kemudian ia menjadi warga kulit hitam pertama yang terpilih sebagai presiden Afrika Selatan, dan FW de Klerk menjadi wakilnya. Berkat kepemimpinan Nelson Mandela, Afrika Selatan kini menjadi negara demokrasi dan termaju di benua Afrika.
Apa yang terjadi di Afrika Selatan menginspirasi tokoh-tokoh politik dan masyarakat Indonesia. Pada tahun 1998 dimulai usaha untuk menyelesaikan pelanggaran hak-hak azasi manusia di masa Orde Baru dengan membentuk Tim Informal Rekonsiliasi Nasional. Usaha ini berkembang hingga pemerintah pun sudah membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi melalui UU No.27 tahun 2004. Sayangnya, di tahun 2007 Mahkamah Konstitusi membatalkannya.
Kebesaran Nelson Mandela
Jiwa besar Nelson Mandela tercermin dari sikap, perkataan dan tindakannya :
- Saat dibebaskan dari penjara tahun 1990, ia memaafkan dan mengampuni para sipir penjara yang memperlakukannya dengan buruk, termasuk sipir yang pernah mengencingi kepalanya. (Jika Anda membaca tulisan tentang perlakuan yang dialami Nelson Mandela selama 27 tahun dalam penjara di pulau Robben, Anda pasti setuju ia adalah orang yang mengalami perlakuan terburuk di penjara dalam sejarah)
- Salah satu kalimatnya yang sangat menginspirasi warga kulit hitam sehingga mereka mau mengikuti Mandela mengampuni warga kulit putih adalah, "Saat saya melangkah keluar melalui pintu penjara menuju kebebasan, saya tahu jika saya tidak meninggalkan semua kemarahan, kebencian dan kepahitan di penjara ini, maka sama saja saya masih tetap dalam penjara!"
- Ketika pengaruh warga kulit putih merosot, ia menemui FW de Klerk untuk membicarakan masa depan Afrika Selatan.
- Setelah menjadi presiden, ia dengan rendah hati mengunjungi Betsie Verwoed, janda HF Verwoed (arsitek politik apartheid), minum teh dan makan donat bersama.
- Membentuk Komisi Rekonsiliasi dan Kebenaran untuk menyelesaikan masa kelam Afrika Selatan.
- Setelah menjadi presiden untuk masa satu periode, ia lengser tahun 1999 untuk memberi kesempatan kepada orang lain menjadi presiden.
Ketika menyaksikan upacara perkabungan dan pelepasan jenazahnya melalui televisi, kebesaran Nelson Mandela terpancar jelas. Dalam sejarah kematian tokoh, kali ini hadir terbanyak pimpinan negara. Warga kulit putih Afrika Selatan yang minoritas menyatu bersama warga kulit hitam yang mayoritas memberikan penghormatan kepada Bapa Bangsa mereka. Mereka semua terlihat larut dalam duka.
Pembelajaran dari Mandela
Apa yang dialami dan dilakukan oleh Nelson Mandela hingga ia menjadi tokoh dunia memang tidak mungkin kita tiru. Dalam sejarah modern, hanya ada sedikit orang saja yang memiliki kualitas seperti Nelson Mandela, antara lain Mahatma Gandhi, Martin Luther King Jr. dan Mother Teresa. Namun, ada satu hal yang bisa kita pelajari dan tiru dari beliau, bahkan kita semua bisa melakukannya, yaitu: membuat pilihan yang terbaik dalam setiap situasi dengan pikiran positif. Inilah yang selalu dilakukan Mandela, bahkan ketika masih di penjara sekalipun. Pikiran positif membebaskan kita, sedangkan pikiran negatif melahirkan sikap dan perilaku negatif (kebencian, kemarahan, kecurigaan, permusuhan, kepahitan, sakit hati, iri hati, tamak, korup) yang memenjarakan kita. Dengan meninggalkan pikiran negatif, dengan sendirinya kita akan terdorong berpikir positif. Pikiran positif memungkinkan kita melakukan pilihan yang terbaik, mengerjakan dengan cara terbaik, memberikan yang terbaik bagi orang-orang yang kita kasihi, orang-orang di sekitar kita, sesama kita, dan terlebih sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan. Kehidupan bagaimana yang akan Anda jalani? Sepenuhnya tergantung pada pilihan Anda.
Dikutip dari:
http://www.jimmintarja.com/detail.php?id_news=131222192433
NASIONALISME SETENGAH HATI, HARUS DIAPAKAN?
NASIONALISME SETENGAH HATI, HARUS DIAPAKAN?
Oleh Hesbon F. Nainggolan, S.I.P.
(Guru PPKn pada SMA Negeri 1 Fakfak Papua Barat)
Sudah
menjadi rahasia umum bahwa siswa kurang senang jika diminta secara langsung
menyanyikan lagu-lagu yang bersifat nasional, misalnya Padamu Negeri, Indonesia
Tanah Air Beta, Tanah Airku, dan lain-lain. Tapi coba minta siswa menyanyikan
satu lagu kesanyangannya, pasti dengan senang hati akan dinyayikan dengan
sekuat tenaga dan tidak akan berhenti sebelum diminta, dia juga akan
mati-matian menghafal lagu itu sampai fasih. Berbeda dengan lagu nasional tadi,
siswa akan menyanyikan dengan setengah hati dan malu-malu ditambah lagi dengan
tidak menghafal lagunya. Alasannya, lagunya tidak menarik, kuno dan tidak
sesuai dengan masa sekarang. Tapi itu siswa, bagaimana dengan pejabat negera
kita?
Untuk menyegarkan ingatan, bahkan ada
menteri Kabinet Indonesia Bersatu tidak tahu menyanyikan lagu kebangsaan
Indonesia Raya. Teman saya, sebut saja Mr. X, saat sama-sama prajabatan, harus
mengulang-ulang ssendiri lagu Padamu Negeri di depan kami peserta dan panitia
karena selalu salah. Anehnya, teman saya itu tidak menunjukkan rasa malu
apalagi rasa bersalah. Saat ditanya, mengapa tidak hafal, yang bersangkutan
menjawab tidak tahu, tidak perlu dan sudah tidak zaman.
Kemudian, coba minta siswa dengan sukarela
menjadi petugas upacara, sebagian besar akan menolak dengan alasan macam-macam,
terutama untuk penggerek bendera. Jangankan sebagai petugas, untuk mengikuti
upacara saja sudah sulit, juga dengan alasan macam-macam, misalnya sakit,
terlambat, panas, dan seterusnya.
Lalu, coba perhatikan di kelas Anda,
apakah Bendera Merah Putih, Lambang Dasar Negara Pancasila dan Gambar Presiden/wakilnya
ada, serta adakah di sana gambar para pahlawan yang telah membuat negara
Indonesia merdeka seperti saat ini? Jika pun ada, mungkin ada yang tempatnya
tidak karuan, mungkin ada yang diletakkan begitu saja di laci meja yang
seharusnya dipajang di dinding.
Sungguh ironi kehidupan berbangsa dari
kebanyakan siswa di negeri kita. Gaya hidup yang modern membuat siswa menjadi lupa
akan pendiri bangsanya. Ungkapan syukur atas kemerdekaan sering terlupakan
karena digilas oleh derasnya arus teknologi seperti komputer, play stasion,
hand phone dan internet. Ditambah lagi dengan minimnya sosialisasi dan
pendidikan karakter yang diterima di rumah, di sekolah dan di masyarakat. Padahal,
jika kita renungkan, perjuangan memperoleh kemerdekaan sangat berat. Masa
penjajahan yang terjadi di Indonesia + 3,5 abad sungguh membuat para
pendahulu kita hidup dalam kesengsaraan. Banyak yang rela berkorban nyawa demi
memperjuangkan dan meraih satu kata MERDEKA. Kini, momen merebut kemerdekaan
sudah basi, sudah usang dan dianggap tidak penting. Padahal, makna kemerdekaan
sesungguhnya belumlah kita raih. Konsep merdeka yang harus diperjuangkan
sekarang adalah mempertahankan dan mengisi kemerdekaan itu.
Pandangan waktu merebut dan
mempertahankan kemerdekaan, Indonesia menunjukkan kesadaran bela negara yang
optimal, di mana seluruh rakyat bersatu padu berjuang tanpa mengenal perbedaan,
pamrih dan sikap menyerah yang timbul dari jiwa heroisme dan patriotisme karena
perasaan senasib sepenanggungan dan setia kawan dalam perjuangan fisik mengusir
penjajah. Dalam mengisi kemerdekaan, perjuangan yang dihadapi adalah perjuangan
non fisik yang mencakup seluruh aspek kehidupan, khususnya dalam memerangi
keterbelakangan, kemiskinan, kesenjangan sosial, korupsi, kolusi dan nepotisme dan
dalam menguasai IPTEK, meningkatkan kualitas SDM, serta menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa. Di dalam perjuangan non fisik, kesadaran bela negara mengalami
penurunan yang tajam apabila dibandingkan dengan perjuangan fisik. Hal ini
tampak dari kurangnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan adanya beberapa
daerah yang ingin memisahkan diri dari NKRI sehingga mengarah ke disintegrasi
bangsa.
Kita kembali ke awal terbentuknya
Indonesia yaitu masa Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945
merupakan sumber hukum bagi pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Proklamasi kemerdekaan telah mewujudkan negara Republik Indonesia dari Sabang
sampai Merauke. Namun, negara yang diproklamirkan tersebut bukan merupakan
tujuan semata, melainkan hanyalah alat untuk mencapai cita-cita bangsa dan
tujuan nasional, yaitu mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila. Proklamasi kemerdekaan Indonesia mengandung arti sebagai berikut:
1. Lahirnya
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Puncak
perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia.
3. Titik
tolak pelaksanaan Amanat Penderitaan Rakyat.
4. Lahirnya
tata hukum Indonesia.
Oleh karena itu, sebagai warga negara,
dalam rangka mewujudkan rasa syukur atas proklamasi kemerdekaan dapat dilakukan
melalui beberapa hal sebagai berikut.
1. Mensyukuri nikmat kemerdekaan dengan jalan mengisi
kemerdekaan sesuai dengan kemampuan, keahlian, dan keterampilan masing-masing.
2. Menghormati dan menghargai jasa-jasa para pahlawan
pejuang bangsa dengan cara meneruskan amanat cita-cita perjuangan bangsa.
3. Memelihara dan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
dengan jalan meningkatkan sikap toleran dan kerja sama antarwarga masyarakat.
4. Menjaga keutuhan dan kedaulatan bangsa dengan cara
rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara serta kesiapan dalam rangka
bela negara.
5. Meningkatkan kemandirian bangsa, dengan jalan
memperkuat sendi-sendi peri kehidupan bangsa di segala bidang, yiatu ideologi,
politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan nasional1).
Cita-cita proklamasi dapat diwujudkan
dengan meningkatkan wawasan kebangsaan dan wawasan nusantara. Wawasan nusantara
perlu menjadi pola yang mendasari cara berpikir, bersikap dan betindak dalam
rangka menghadapi, menyikapi, dan menangani permasalahan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berorientasi kepada kepentingan
rakyat dan keutuhan wilayah tanah air. Wawasan nusantara juga perlu
diimplementasikan dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya dan
pertahanan keamanan serta dalam upaya menghadapi tantangan- tantangan dewasa
ini. Karena itu, setiap warga negara Indonesia perlu memiliki kesadaran untuk:
1.
Mengerti,
memahami, dan menghayati hak dan kewajiban warga negara serta hubungan warga
negara dengan negara, sehingga sadar sebagai bangsa Indonesia yang cinta tanah
air berdasarkan Pancasila, UUD 1945 dan Wawasan Nusantara.
2.
Mengerti,
memahami, dan menghayati bahwa di dalam menyelenggaraikan kehidupan negara
memerlukan Konsepsi Wawasan Nusantara guna mencapai cita-cita dan tujuan nasional2).
Untuk mengetuk hati nurani setiap warga
negara Indonesia agar sadar bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, diperlukan
pendekatan dengan program yang teratur, terjadwal dan terarah. Hal ini akan
mweujudkan keberhasilan dari implementasi wawasan nusantara. Dengan demikian
Wawasan Nusantara terimplementasi dalam kehidupan nasional guna mewujudkan
Ketahanan Nasional.
Di sekolah, Wawasan Nusantara dapat
diimplementasikan dalam setiap proses pembelajaran dengan muatan karakter
bangsa. Karakter bangsa dimaksud dapat diukur dan mudah dilaksanakan. Dapat
dimulai dari hal-hal kecil, sepele namun sering terlupakan antara lain dimulai
dari membiasakan melagukan lagu-lagu nasional setiap apel pagi (jika ada),
membiasakan upacara bendera (bagi sekolah yang tidak upacara), melengkapi kelas
dengan simbol-simbol kenegaraan dan gambar-gambar pahlawan pendiri negara, menyisipkan
label kelas dengan nama-nama pahlawan bangsa (jika misalnya selama ini hanya
dikenal kelas 1, 2, VI, VII, IX, XII maka dapat disisipkan nama kelas dengan
misalnya kelas VI Soekarno, Kelas VII Moh. Hatta, Kelas X MIA Diponegoro, Kls X
MIA Sisingamangaraja, dst. Selain itu, awal pembelajaran selalu memberi
motivasi yang bersifat kebangsaan serta selalu bersyukur atas kehidupan saat
ini.
Sumber:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014. Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas X Semester 1. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Hamid Drmadi, 2013. Urgensi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Penerbit Alfabet, Bandung.