NASIONALISME SETENGAH HATI, HARUS DIAPAKAN?
Oleh Hesbon F. Nainggolan, S.I.P.
(Guru PPKn pada SMA Negeri 1 Fakfak Papua Barat)
Sudah
menjadi rahasia umum bahwa siswa kurang senang jika diminta secara langsung
menyanyikan lagu-lagu yang bersifat nasional, misalnya Padamu Negeri, Indonesia
Tanah Air Beta, Tanah Airku, dan lain-lain. Tapi coba minta siswa menyanyikan
satu lagu kesanyangannya, pasti dengan senang hati akan dinyayikan dengan
sekuat tenaga dan tidak akan berhenti sebelum diminta, dia juga akan
mati-matian menghafal lagu itu sampai fasih. Berbeda dengan lagu nasional tadi,
siswa akan menyanyikan dengan setengah hati dan malu-malu ditambah lagi dengan
tidak menghafal lagunya. Alasannya, lagunya tidak menarik, kuno dan tidak
sesuai dengan masa sekarang. Tapi itu siswa, bagaimana dengan pejabat negera
kita?
Untuk menyegarkan ingatan, bahkan ada
menteri Kabinet Indonesia Bersatu tidak tahu menyanyikan lagu kebangsaan
Indonesia Raya. Teman saya, sebut saja Mr. X, saat sama-sama prajabatan, harus
mengulang-ulang ssendiri lagu Padamu Negeri di depan kami peserta dan panitia
karena selalu salah. Anehnya, teman saya itu tidak menunjukkan rasa malu
apalagi rasa bersalah. Saat ditanya, mengapa tidak hafal, yang bersangkutan
menjawab tidak tahu, tidak perlu dan sudah tidak zaman.
Kemudian, coba minta siswa dengan sukarela
menjadi petugas upacara, sebagian besar akan menolak dengan alasan macam-macam,
terutama untuk penggerek bendera. Jangankan sebagai petugas, untuk mengikuti
upacara saja sudah sulit, juga dengan alasan macam-macam, misalnya sakit,
terlambat, panas, dan seterusnya.
Lalu, coba perhatikan di kelas Anda,
apakah Bendera Merah Putih, Lambang Dasar Negara Pancasila dan Gambar Presiden/wakilnya
ada, serta adakah di sana gambar para pahlawan yang telah membuat negara
Indonesia merdeka seperti saat ini? Jika pun ada, mungkin ada yang tempatnya
tidak karuan, mungkin ada yang diletakkan begitu saja di laci meja yang
seharusnya dipajang di dinding.
Sungguh ironi kehidupan berbangsa dari
kebanyakan siswa di negeri kita. Gaya hidup yang modern membuat siswa menjadi lupa
akan pendiri bangsanya. Ungkapan syukur atas kemerdekaan sering terlupakan
karena digilas oleh derasnya arus teknologi seperti komputer, play stasion,
hand phone dan internet. Ditambah lagi dengan minimnya sosialisasi dan
pendidikan karakter yang diterima di rumah, di sekolah dan di masyarakat. Padahal,
jika kita renungkan, perjuangan memperoleh kemerdekaan sangat berat. Masa
penjajahan yang terjadi di Indonesia + 3,5 abad sungguh membuat para
pendahulu kita hidup dalam kesengsaraan. Banyak yang rela berkorban nyawa demi
memperjuangkan dan meraih satu kata MERDEKA. Kini, momen merebut kemerdekaan
sudah basi, sudah usang dan dianggap tidak penting. Padahal, makna kemerdekaan
sesungguhnya belumlah kita raih. Konsep merdeka yang harus diperjuangkan
sekarang adalah mempertahankan dan mengisi kemerdekaan itu.
Pandangan waktu merebut dan
mempertahankan kemerdekaan, Indonesia menunjukkan kesadaran bela negara yang
optimal, di mana seluruh rakyat bersatu padu berjuang tanpa mengenal perbedaan,
pamrih dan sikap menyerah yang timbul dari jiwa heroisme dan patriotisme karena
perasaan senasib sepenanggungan dan setia kawan dalam perjuangan fisik mengusir
penjajah. Dalam mengisi kemerdekaan, perjuangan yang dihadapi adalah perjuangan
non fisik yang mencakup seluruh aspek kehidupan, khususnya dalam memerangi
keterbelakangan, kemiskinan, kesenjangan sosial, korupsi, kolusi dan nepotisme dan
dalam menguasai IPTEK, meningkatkan kualitas SDM, serta menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa. Di dalam perjuangan non fisik, kesadaran bela negara mengalami
penurunan yang tajam apabila dibandingkan dengan perjuangan fisik. Hal ini
tampak dari kurangnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan adanya beberapa
daerah yang ingin memisahkan diri dari NKRI sehingga mengarah ke disintegrasi
bangsa.
Kita kembali ke awal terbentuknya
Indonesia yaitu masa Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945
merupakan sumber hukum bagi pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Proklamasi kemerdekaan telah mewujudkan negara Republik Indonesia dari Sabang
sampai Merauke. Namun, negara yang diproklamirkan tersebut bukan merupakan
tujuan semata, melainkan hanyalah alat untuk mencapai cita-cita bangsa dan
tujuan nasional, yaitu mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila. Proklamasi kemerdekaan Indonesia mengandung arti sebagai berikut:
1. Lahirnya
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Puncak
perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia.
3. Titik
tolak pelaksanaan Amanat Penderitaan Rakyat.
4. Lahirnya
tata hukum Indonesia.
Oleh karena itu, sebagai warga negara,
dalam rangka mewujudkan rasa syukur atas proklamasi kemerdekaan dapat dilakukan
melalui beberapa hal sebagai berikut.
1. Mensyukuri nikmat kemerdekaan dengan jalan mengisi
kemerdekaan sesuai dengan kemampuan, keahlian, dan keterampilan masing-masing.
2. Menghormati dan menghargai jasa-jasa para pahlawan
pejuang bangsa dengan cara meneruskan amanat cita-cita perjuangan bangsa.
3. Memelihara dan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
dengan jalan meningkatkan sikap toleran dan kerja sama antarwarga masyarakat.
4. Menjaga keutuhan dan kedaulatan bangsa dengan cara
rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara serta kesiapan dalam rangka
bela negara.
5. Meningkatkan kemandirian bangsa, dengan jalan
memperkuat sendi-sendi peri kehidupan bangsa di segala bidang, yiatu ideologi,
politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan nasional1).
Cita-cita proklamasi dapat diwujudkan
dengan meningkatkan wawasan kebangsaan dan wawasan nusantara. Wawasan nusantara
perlu menjadi pola yang mendasari cara berpikir, bersikap dan betindak dalam
rangka menghadapi, menyikapi, dan menangani permasalahan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berorientasi kepada kepentingan
rakyat dan keutuhan wilayah tanah air. Wawasan nusantara juga perlu
diimplementasikan dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya dan
pertahanan keamanan serta dalam upaya menghadapi tantangan- tantangan dewasa
ini. Karena itu, setiap warga negara Indonesia perlu memiliki kesadaran untuk:
1.
Mengerti,
memahami, dan menghayati hak dan kewajiban warga negara serta hubungan warga
negara dengan negara, sehingga sadar sebagai bangsa Indonesia yang cinta tanah
air berdasarkan Pancasila, UUD 1945 dan Wawasan Nusantara.
2.
Mengerti,
memahami, dan menghayati bahwa di dalam menyelenggaraikan kehidupan negara
memerlukan Konsepsi Wawasan Nusantara guna mencapai cita-cita dan tujuan nasional2).
Untuk mengetuk hati nurani setiap warga
negara Indonesia agar sadar bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, diperlukan
pendekatan dengan program yang teratur, terjadwal dan terarah. Hal ini akan
mweujudkan keberhasilan dari implementasi wawasan nusantara. Dengan demikian
Wawasan Nusantara terimplementasi dalam kehidupan nasional guna mewujudkan
Ketahanan Nasional.
Di sekolah, Wawasan Nusantara dapat
diimplementasikan dalam setiap proses pembelajaran dengan muatan karakter
bangsa. Karakter bangsa dimaksud dapat diukur dan mudah dilaksanakan. Dapat
dimulai dari hal-hal kecil, sepele namun sering terlupakan antara lain dimulai
dari membiasakan melagukan lagu-lagu nasional setiap apel pagi (jika ada),
membiasakan upacara bendera (bagi sekolah yang tidak upacara), melengkapi kelas
dengan simbol-simbol kenegaraan dan gambar-gambar pahlawan pendiri negara, menyisipkan
label kelas dengan nama-nama pahlawan bangsa (jika misalnya selama ini hanya
dikenal kelas 1, 2, VI, VII, IX, XII maka dapat disisipkan nama kelas dengan
misalnya kelas VI Soekarno, Kelas VII Moh. Hatta, Kelas X MIA Diponegoro, Kls X
MIA Sisingamangaraja, dst. Selain itu, awal pembelajaran selalu memberi
motivasi yang bersifat kebangsaan serta selalu bersyukur atas kehidupan saat
ini.
Sumber:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014. Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas X Semester 1. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.
Hamid Drmadi, 2013. Urgensi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Penerbit Alfabet, Bandung.
0 komentar:
Posting Komentar