Pasal 1 UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mendefinisikan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Harapan masyarakat agar guru sebagai pendidik sampai saat ini masih terlalu tinggi. Sebagian guru terpaksa menjadi guru karena lebih pada niat mendapatkan gaji yang tinggi. Niat mulia pemerintah untuk memposisikan guru sebagai insan bermartabat rupanya disalahtafsirkan sebagian guru. Lihat contoh berikut ini.
Kasus 1:
Satu guru (Sebut saja guru X) tidak masuk mengajar karena tunjangan sertifikasinya belum keluar. Sebenarnya bukan hanya guru X yang tunjangan sertifikasinya belum keluar, masih ada temannya. Teman dari guru X tersebut berusaha mencari informasi sebab-sebab tunjangan sertifikasinya tidak keluar, tetapi mengajar tetap dilaksanakan. Sementara guru X tidak masuk kelas dengan alasan tunjangan sertifikasi tidak keluar. Siswa ditelantarkan. Setiap hari datang ke sekolah tapi tidak masuk kelas.
Kasus 2:
Ketika satu guru (sebut saja guru Y) masuk ke kelas, ada siswa yang mengeluarkan kata-kata tidak sopan, siswa tidak memperhatikan guru mengajar atau siswa mengerjakan tugas pelajaran lain. Guru Y menegur siswa yang dianggap melakukan 'pelanggaran' tersebut dengan menyuruh siswa dimaksud keluar dari kelas. Siswa tersebut tidak mau keluar dengan alasan setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran (Psl 32 UUD 1945) dan melanggar hak asasi bidang pendidikan (Psl 28 C UUD 1945). Karena merasa dilawan dan jengkel ke siswa tersebut, guru Y membuat ultimatum "Kamu yang keluar atau saya". Siswa tetap tidak keluar, dan akhirnya guru Y keluar meninggal kelas.
Kira-kira bagaimana dua guru tersebut dapat melaksanakan tugas mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik jika sang guru masih berkutat dengan pikiran subjektifnya?
Pasal 6 UU No. 14 Tahun 2005 menegaskan Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab .
Apakah guru di atas dianggap profesional dan dapat didefinisikan sebagai guru bertanggungjawab? Apakah itu masuk kategori cakap, berakhlak mulia, kreatif serta demokratis? Apakah guru seperti di atas masih layak disebut sebagai guru profesional? Guru di atas bisa disebut sebagai guru cengeng yang membenarkan pendapatnya sendiri tanpa memikirkan kerugian yang dilakukan kepada peserta didik.
Harapan masyarakat agar guru sebagai pendidik sampai saat ini masih terlalu tinggi. Sebagian guru terpaksa menjadi guru karena lebih pada niat mendapatkan gaji yang tinggi. Niat mulia pemerintah untuk memposisikan guru sebagai insan bermartabat rupanya disalahtafsirkan sebagian guru. Lihat contoh berikut ini.
Kasus 1:
Satu guru (Sebut saja guru X) tidak masuk mengajar karena tunjangan sertifikasinya belum keluar. Sebenarnya bukan hanya guru X yang tunjangan sertifikasinya belum keluar, masih ada temannya. Teman dari guru X tersebut berusaha mencari informasi sebab-sebab tunjangan sertifikasinya tidak keluar, tetapi mengajar tetap dilaksanakan. Sementara guru X tidak masuk kelas dengan alasan tunjangan sertifikasi tidak keluar. Siswa ditelantarkan. Setiap hari datang ke sekolah tapi tidak masuk kelas.
Kasus 2:
Ketika satu guru (sebut saja guru Y) masuk ke kelas, ada siswa yang mengeluarkan kata-kata tidak sopan, siswa tidak memperhatikan guru mengajar atau siswa mengerjakan tugas pelajaran lain. Guru Y menegur siswa yang dianggap melakukan 'pelanggaran' tersebut dengan menyuruh siswa dimaksud keluar dari kelas. Siswa tersebut tidak mau keluar dengan alasan setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran (Psl 32 UUD 1945) dan melanggar hak asasi bidang pendidikan (Psl 28 C UUD 1945). Karena merasa dilawan dan jengkel ke siswa tersebut, guru Y membuat ultimatum "Kamu yang keluar atau saya". Siswa tetap tidak keluar, dan akhirnya guru Y keluar meninggal kelas.
Kira-kira bagaimana dua guru tersebut dapat melaksanakan tugas mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik jika sang guru masih berkutat dengan pikiran subjektifnya?
Pasal 6 UU No. 14 Tahun 2005 menegaskan Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab .
Apakah guru di atas dianggap profesional dan dapat didefinisikan sebagai guru bertanggungjawab? Apakah itu masuk kategori cakap, berakhlak mulia, kreatif serta demokratis? Apakah guru seperti di atas masih layak disebut sebagai guru profesional? Guru di atas bisa disebut sebagai guru cengeng yang membenarkan pendapatnya sendiri tanpa memikirkan kerugian yang dilakukan kepada peserta didik.