IMPLEMENTASI
KURIKULUM 2013 DALAM PEMBELAJARAN PPKn DI SMA NEGERI 1 FAKFAK PAPUA BARAT
oleh
HESBON
FAREL NAINGGOLAN, S.I.P.
Telah dipresentasikan di depan Juri pada Pembekalan Anugerah Konstitusi Guru PPKn SMA/SMK, Hotel Kaisar, Jakarta, 10-13 Oktober 2016
A.
LATAR BELAKANG
Konsep pendidikan di Indonesia selalu berubah
dengan tujuan untuk mencari dan menemukan formula terbaik seiring perubahan dan
perkembangan zaman. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945,
kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947,
1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan 2004, 2006 serta yang terbaru adalah
kurikulum 2013 (Wikipedia, akses 18/9/2016). Perubahan
kurikulum mencakup isi dan mata pelajaran termasuk dalam pelajaran yang selalu
mengalami perubahan adalah Pendidkan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
Sebelumnya pada Kurikulum 2006, PPKn dikenal Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
Dan di awal perkenalan PPKn disebut dengan pelajaran Civic tahun 1962 (Asep,
2009). Perubahan nama pelajaran PPKn menunjukkan sifat kurikulum yang dinamis
dan fluktuatif. Namun, apapun nama kurikulumnya yang menjadi fokus perhatian
adalah muatan dan nilai setiap pelajaran yang mengalami perubahan.
Pada kurikulum 2013, kurikulum
dirancang dengan tujuan untuk mempersiapkan insan Indonesia supaya memiliki
kemampuan hidup sebagai pribadi dan warganegara yang beriman, produktif,
kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia. Kurikulum adalah
instrumen pendidikan untuk dapat membawa insan Indonesia memiliki kompetensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan sehingga dapat menjadi pribadi dan
warga negara yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif.
Salah satu
langkah dalam penyusunan kurikulum 2013 adalah penataan ulang PKn menjadi PPKn,
dengan rincian sebagai berikut:
1. Mengubah
nama mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) menjadi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
2. Menempatkan
mata pelajaran PPKn sebagai bagian utuh dari kelompok mata pelajaran yang
memiliki misi pengokohan kebangsaan.
3. Mengorganisasikan
SK-KD dan indikator PPKn secara nasional dengan memperkuat nilai dan moral
Pancasila; nilai dan norma UUD NRI Tahun 1945; nilai dan semangat
Bhinneka Tunggal Ika; serta wawasan dan komitmen Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
4. Memantapkan
pengembangan peserta didik dalam dimensi: (1) pengetahuan kewarganegaraan; (2)
sikap kewarganegaraan; (3) keterampilan kewarganegaraan; (4) keteguhan
kewarganegaraan; (5) komitmen kewarganegaraan; dan (6) kompetensi
kewarganegaraan.
5. Mengembangkan
dan menerapkan berbagai model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
PPKn yang berorientasi pada pengembangan karakter peserta didik sebagai
warganegara yang cerdas dan baik secara utuh.
6. Mengembangkan
dan menerapkan berbagai model penilaian proses pembelajaran dan hasil belajar
PPKn (Balitbang Puskurbuk Kemdikbud, 2012).
Konsekuensi
penataan ulang PKn menjadi PPKn terletak pada implementasi dalam pembelajaran
di sekolah. Alokasi waktu, ketersediaan sarana prasarana, kemauan politik yang
baik dan kemampuan guru dalam mengimplementasikan muatan kurikulum menjadi
penentu dalam mencapai tujuan kurikulum.
B.
PERUMUSAN MASALAH
Perubahan
mata pelajaran PKn menjadi PPKn dalam kurikulum 2013 membawa konsekuensi dalam
implementasi pembelajaran di sekolah. Masalah yang harus dijawab adalah: Bagaimana
proses implementasi pelajaran PPKn dalam Kurikulum 2013 di SMA Negeri 1 Fakfak.
C. TUJUAN PENULISAN
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui proses
implementasi pelajaran PPKn dalam kurikulum 2013 di SMA Negeri 1 Fakfak.
D. MANFAAT PENULISAN
Tulisan ini diharapkan memberi kontribusi
secara positif dalam implementasi Pelajaran PPKn dalam Kurikulum 2013 di SMA
Negeri 1 Fakfak, di Kabupaten maupun di tingkat pengambil keputusan.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penyelesaian penyusunan makalah ini
penulis menggunakan studi kepustakaan, yaitu penulis mencari buku-buku yang
berhubungan dengan kurikulum dan PPKn.
1.
KAJIAN
TEORI
A.
PENGERTIAN
KURIKULUM
Untuk memahami
tentang makna dari kurikulum, berikut ini akan disampaikan pengertian dari
kurikulum berdasarkan pendapat dari berbagai ahli.
Menurut Olivia
(1997), menyatakan bahwa: “ we may think of the curriculum as a program, a
plan, content, and learning experiences, whereas we may characterize
instruction as methods, the teaching act, implementation, and presentation”. Olivia
termasuk orang yang setuju dengan pemisahan antara kurikulum dengan pengajaran
dan merumuskan kurikulum sebagai a plan or program for all the experiences that
the learner encounters under the direction of the school.
Menurut Kerr, J. F (1968):
Kurikulum adalah semua pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan secara
individu ataupun secara kelompok, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Menurut Inlow (1966): Kurikulum adalah usaha menyeluruh yang dirancang oleh
pihak sekolah untuk membimbing murid memperoleh hasil pembelajaran yang sudah
ditentukan. Menurut Neagley dan Evans (1967): kurikulum adalah semua
pengalaman yang dirancang dan dikemukakan oleh pihak sekolah. Menurut
Beauchamp (1968): Kurikulum adalah dokumen tertulis yang mengandung isi
mata pelajaran yang diajar kepada peserta didik melalui berbagai mata
pelajaran, pilihan disiplin ilmu, rumusan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Menurut
Good V. Carter (1973): Kurikulum adalah kumpulan kursus ataupun urutan
pelajaran yang sistematik (http://www.pengertianahli.com, akses 18 Sep 2016).
Pengertian di
atas menggambarkan definisi kurikulum dalam arti teknis pendidikan. Pengertian
tersebut diperlukan ketika proses pengembangan kurikulum sudah menetapkan apa
yang ingin dikembangkan, model apa yang seharusnya digunakan dan bagaimana
suatu dokumen harus dikembangkan. Kebanyakan dari pengertian itu berorientasi
pada kurikulum sebagai upaya untuk mengembangkan diri peserta didik,
pengembangan disiplin ilmu, atau kurikulum untuk mempersiapkan peserta didik
untuk suatu pekerjaan tertentu.
Menurut
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada pasal
1 ayat (19), menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa
kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: peningkatan iman dan
takwa; peningkatan akhlak mulia; peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat
peserta didik; keragaman potensi daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan
daerah dan nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan seni; agama; dan dinamika perkembangan global.
B.
SEJARAH
KURIKULUM DAN PELAJARAN PPKN DI INDONESIA
a. Sejarah
Perkembangan Kurikulum Indonesia
Berdasarkan
sejarah pendidikan di Indonesia, kurikulum mengalami beberapa kali perubahan
mulai dari tahun 1947 yang diberi nama rencana pembelajaran 1947 yang
menekankan pembentukan karakter manusia yang berdaulat, tahun 1952 dengan
nama rencana pelajaran terurai 1952, tahun 1964 dengan nama rentjana
pendidikan 1964. Selanjutnya kurikulum 1968 yang bertujuan
mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti,
dan keyakinan beragama. Tahun 1975 dengan nama satuan pelajaran yang menekankan
konsep Management By Objective (MBO), kurikulum 1984 dengan nama
kurikulum 1975 yang disempurnakan yang menekankan siswa sebagai subjek
belajar, kurikulum 1994, tahun 2004 dengan sistem Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) yang menitiberatkan pada pengembangan kemampuan (kompetensi)
melakukan tugas-tugas yang diberikan oleh guru, kemudian berubah lagi pada
tahun 2006 diberlakukanya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mana
dalam kurikulum ini guru sangat berperan dalam menguasai proses
pembelajaran, dan yang terbaru yaitu kurikulum 2013 yang berlaku mulai tahun
ajaran 2013/2014 (Fitriya, 2014).
b. Sejarah
Perkembangan Pelajaran PPKn di Indonesia
Sebagai mata
pelajaran di setiap sekolahan, Pendidikan
Kewarganegaraan telah mengalami perkembangan yang fluktuatif, baik dalam
kemasan maupun substansinya. Hal tersebut dapat dilihat dalam substansi
kurikulum PKn yang sering berubah dan tentu saja disesuaikan dengan kepentingan
negara. Secara historis, epistemologis dan pedagogis, pendidikan
kewarganegaraan berkedudukan sebagai program kurikuler dimulai dengan
diintroduksikannya mata pelajaran Civics dalam
kurikulum SMA tahun 1962 yang berisikan materi tentang pemerintahan Indonesia
berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (Dept. P&K: 1962). Pada saat itu, mata
pelajaran Civics atau kewarganegaraan, pada dasarnya berisikan pengalaman
belajar yang digali dan dipilih dari disiplin ilmu sejarah, geografi, ekonomi,
dan politik, pidato-pidato presiden, deklarasi hak asasi manusia, dan
pengetahuan tentang Perserikatan Bangsa-Bangsa (Somantri, 1969:7).
Istilah Civics tersebut secara formal tidak dijumpai dalam
Kurikulum tahun 1957 maupun dalam Kurikulum tahun 1946. Namun secara materiil
dalam Kurikulum SMP dan SMA tahun 1957 terdapat mata pelajaran tata negara dan
tata hukum, dan dalam kurikulum 1946 terdapat mata pelajaran pengetahuan umum
yang di dalamnya memasukkan pengetahuan mengenai pemerintahan. Kemudian dalam
kurikulum tahun 1968 dan 1969 istilah civics dan Pendidikan Kewargaan
Negara digunakan secara bertukar-pakai (interchangeably).
Misalnya dalam Kurikulum SD 1968 digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara
yang dipakai sebagai nama mata pelajaran, yang di dalamnya tercakup sejarah
Indonesia, geografi Indonesia, dan civics (d
iterjemahkan sebagai pengetahuan kewargaan negara). Dalam kurikulum SMP 1968
digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang
berisikan sejarah Indonesia dan Konstitusi termasuk UUD 1945. Sedangkan dalam
kurikulum SMA 1968 terdapat mata pelajaran Kewargaan Negara yang berisikan
materi, terutama yang berkenaan dengan UUD 1945. Sementara itu dalam Kurikulum
SPG 1969 mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara yang isinya terutama
berkenaan dengan sejarah Indonesia, konstitusi, pengetahuan kemasyarakatan dan
hak asasi manusia (Dept. P&K: 1968a; 1968b; 1968c; 1969). (Winataputra,
2006:1). Secara umum mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara membahas
tentang nasionalisme, patriotisme, kenegaraan, etika, agama dan kebudayaan
(Somantri, 2001:298)
c. Pada
Kurikulum tahun 1975 istilah Pendidikan Kewargaan Negara diubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang berisikan
materi Pancasila sebagaimana diuraikan dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila atau P4. Perubahan ini sejalan dengan missi pendidikan yang
diamanatkan oleh Tap. MPR II/MPR/1973. Mata pelajaran PMP ini merupakan mata
pelajaran wajib untuk SD, SMP, SMA, SPG dan Sekolah Kejuruan. Mata pelajaran
PMP ini terus dipertahankan baik istilah maupun isinya sampai dengan berlakunya
Kurikulum 1984 yang pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975
(Depdikbud: 1975 a, b, c dan 1976). Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pada masa
itu berorientasi pada value
inculcationdengan muatan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 (Winataputra
dan Budimansyah, 2007:97)
d. Dengan
berlakunya Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistim Pendidikan Nasional
yang menggariskan adanya muatan kurikulum Pendidikan Pancasila dan Pendidikan
Kewarganegaraan, sebagai bahan kajian wajib kurikulum semua jalur, jenis dan
jenjang pendidikan (Pasal 39), Kurikulum Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah tahun 1994 mengakomodasikan misi baru pendidikan tersebut dengan
memperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan atau PPKn. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya,
Kurikulum PPKn 1994 mengorganisasikan materi pembelajarannya bukan atas dasar
rumusan butir-butir nilai P4, tetapi atas dasar konsep nilai yang disaripatikan
dari P4 dan sumber resmi lainnya yang ditata dengan menggunakan pendekatan
spiral meluas atau spiral of concept development.
Pendekatan ini mengartikulasikan sila-sila Pancasila dengan jabaran nilainya
untuk setiap jenjang pendidikan dan kelas serta catur wulan dalam setiap kelas.
e. Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) pada masa ini karakteristiknya didominasi oleh
proses value incucation dan knowledge dissemination.
Hal tersebut dapat lihat dari materi pembelajarannya yang dikembangkan
berdasarkan butir-butir setiap sila Pancasila. Tujuan pembelajarannya pun diarahkan
untuk menanamkan sikap dan prilaku yang beradasarkan nilai-nilai Pancasila
serta untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan untuk memahami, menghayati
dan meyakini nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman dalam berprilaku sehari-hari
(Winataputra dan Budimansyah, 2007:97).
f. Dengan
dberlakukannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003,
diberlakukan kurikulum yang dikenal dengan nama Kurikulum berbasis Kompetensi
tahun 2004 dimana Pendidikan Kewarganegaraan berubah nama menjadi Kewarganegaraan. Tahun 2006 namanya berubah
kembali menjadi Pendidikan Kewarganegaraan, di mana secara substansi tidak
terdapat perubahan yang berarti, hanya kewenangan pengembangan kurikulum yang
diserahkan pada masing-masing satuan pendidikan, maka kurikulum tahun 2006 ini
dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
g. Secara Konseptual istilah Pendidikan Kewarganegaraan
dapat terangkum sebagai berikut : (a) Kewarganegaraan (1956),
(b) Civics (1959), (c) Kewarganegaraan (1962), (d)
Pendidikan Kewarganegaraan (1968), (e) Pendidikan Moral
Pancasila (1975), (f) Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan
(1994), (g) Pendidikan Kewarganegaraan (UU No. 20 Tahun 2003), (h)
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PP No. 24 Tahun 2016).
3.
PEMBAHASAN
A. MUATAN
PPKn DALAM KURIKULUM
Perubahan kurikulum
sebagian besar mengubah konsep dan pendekatan pembelajaran yang digunakan pada
pelajaran PPKn. Pendekatan pembelajaran didasarkan pada muatan materi
ketersediaan waktu dalam proses pembelajaran. Salah satu pertimbangan PKn berubah
kembali menjadi PPKn adalah karena pada pada kurikulum 2006, Pancasila tidak
dimunculkan secara eksplisit sehingga (seolah) hilang dalam Kurikulum PKn walau
ada pokok bahasa yang khusus membahas tentang Pancasila, hanya porsinya
sedikit. Oleh karena itu, saat ini Pancasila dimunculkan kembali untuk
mengingatkan kepada kita semua bahwa karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan
di Indonesia berlandaskan kepada Pancasila, tidak mengadopsi secara
mentah-mentah nilai-nilai pendidikan kewarganegaraan versi barat (Amerika) yang
membuat kondisi demokrasi di Indonesia kebablasan seperti saat ini. Masuknya
kembali Pancasila sebagai bagian dari perubahan mata pelajaran PKn menjadi PPKn
adalah sebagai bagian dari penguatan 4 (empat) pilar kebangsaan yang meliputi:
Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Keempat
pilar tersebut saling terkait antara satu dengan yang lain, dan kesemuanya
dijiwai oleh Pancasila. Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. PPKn merupakan mata
pelajaran yang sangat relevan untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan
nasional tersebut. Nama PPKn sebenarnya bukan hal yang baru pada kurikulum
pendidikan nasional. Pada Kurikulum 1994 nama PPKn juga muncul, kemudian pada
kurikulum 2006 “hilang”, dan pada Kurikulum 2013 Pancasila dimunculkan kembali.
Pada kurikulum 2006 disebutkan bahwa Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Sedangkan pada kurikulum 2013 Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan untuk
mengembangkan peserta didik menjadi manusia Indonesia yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air, yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila dan UUD
1945. Ruang lingkup kurikulum/substansi utama perubahan PKn menjadi PPKn dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel Ruang
Lingkup Kurikulum/ Substansi Utama Perubahan PKn 2006 menjadi PPKn 2013
PKn 2006
|
PPKn 2013
|
- Persatuan dan kesatuan bangsa;
- Norma, hukum, dan peraturan;
- Hak asasi manusia;
- Kebutuhan warga negara;
- Konstitusi negara;
- Kekuasaan dan politik;
- Pancasila;
- Globalisasi.
|
- Pancasila, sebagai dasar negara dan pandangan
hidup bangsa;
- UUD 1945 sebagai hukum dasar yang menjadi
landasan konstitusional kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara;
- Bhinneka Tunggal Ika, sebagai wujud keberagaman
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam keberagaman yang
kohesif dan utuh;
- Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
sebagai bentuk negara Indonesia.
|
(Sumber : Balitbang Puskurbuk Kemdibud, 2012)
Secara ringkas, peta konsep
perubahan muatan materi pembelajaran PKn menjadi PPKn adalah memperkuat konsep
Pancasila dalam proses pembelajaran. Pancasila sebagai Dasar Negara semakin
pudar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, baik di kalangan siswa maupun di
kalangan pejabat negara. Selain itu, degradasi moral dan karakter bangsa diyakini
sebagai akibat hilangnya pemahaman terhadap nilai dasar negara. Pemahaman dan
penghargaan terhadap nilai juang kepahlawanan yang kurang dapat diukur dari
rendahnya kemampuan siswa dalam menyanyikan lagu-lagu nasional, kurangnya niat
siswa untuk mengikuti kegiatan paskibraka, upacara bendera dan tidak
tersedianya atribut kebangsaan dalam kelas dan beberapa kelas belum memenuhi
syarat sebagai ruang belajar untuk Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
B.
PEMBELAJARAN
PPKn
Proses pembelajaran PPKn di kelas
membutuhkan waktu dan sarana prasarana yang memadai agar hakikat dan tujuan
pembelajaran tercapai. Pembelajaran dimaksudkan agar tercipta kesadaran
sebagai warga negara (civic literacy), yaitu komunikasi sosial kultural
kewarganegaraan (civic engagement), Kemampuan berpartisipasi sebagai
warga negara (civic skill and participation), Penalaran kewarganegaraan
(civic knowledge), Partisipasi kewarganegaraan secara bertanggung jawab
(civic participation and civic responsibility). Salah satu pertimbangan PKn
berubah kembali menjadi PPKn adalah karena pada pada kurikulum 2006, Pancasila
tidak dimunculkan secara eksplisit sehingga (seolah) hilang dalam Kurikulum PKn
walau ada pokok bahasa yang khusus membahas tentang Pancasila, hanya porsinya
sedikit. Masuknya kembali Pancasila sebagai bagian dari perubahan mata
pelajaran PKn menjadi PPKn adalah sebagai bagian dari penguatan 4 (empat) pilar
kebangsaan yang meliputi: Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal
Ika, dan NKRI. Keempat pilar tersebut saling terkait antara satu dengan yang
lain, dan kesemuanya dijiwai oleh Pancasila. Jika dianalisis Kompetensi Dasar
PPKn 2013 jenjang SD, SMP, dan SMA, maka guru PPKn dituntut untuk mampu
mengembangan pendekatan, strategi, dan metode pembelajaran. Pendekatan
pembelajaran digambarkan sebagai kerangka umum tentang skenario yang digunakan
guru untuk membelajarkan siswa, dalam rangka mencapai suatu tujuan
pembelajaran. Model pendekatan pembelajaran terbadi menjadi dua. Pertama
pendekatan pembelajaran berpusat kepada guru (teacher centered), dan
kedua pendekatan pembelajaran berpusat kepada siswa (student centered). Strategi
adalah cara-cara yang akan dipilih dan digunakan oleh guru untuk menyampaikan
materi pembelajaran, sehingga akan memudahkan peserta didik mencapai tujuan
pembelajaran. Dapat juga diartikan sebagai suatu rencana untuk mencapai tujuan.
Terdiri dari metode, teknik, dan prosedur. Sedangkan metode adalah Cara yang
digunakan guru dalam menjalankan fungsinya dan merupakan alat untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka guru PPKn dituntut
untuk mampu mengembangkan proses pembelajaran supaya lebih menarik,
menyenangkan, menantang, dan membentuk peserta didik untuk mampu berpikir
kritis dan konstruktif. Guru PPKn harus mampu menyajikan materi pembelajaran
secara kontekstual, mengaitkan materi pelajaran dengan kondisi nyata di
lapangan Mengaitkan antara teori dengan praktik, antara harapan dan kenyataan,
mengidentifikasi masalah yang terjadi, dan mendorong peserta didik untuk
memunculkan alternatif pemecahan masalah.
Alternatif metode yang cocok untuk
mewujudkan hal tersebut di atas, guru PPKn bisa menggunakan metode ceramah,
diskusi, observasi, simulasi, inquiry, bermain peran, studi kasus, kunjungan
lapangan, penugasan, proyek, debat, portofolio, atau metode lainnya yang
dinilai relevan. Apa pun metode yang digunakan, yang penting bisa memberikan
pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan warga negara serta internalisasi
karakter kewarganegaraan kepada peserta didik. Mata pelajaran PPKn yang dikemas
secara menarik akan membuat peserta didik menyenanginya, merasa perlu, tidak
menjadi beban, dan merasakan manfaat setelah mempelajarinya. Selain akan
mengubah image bahwa mata pelajaran PPKn membosankan karena menurut
penulis, penilaian bahwa suatu mata pelajaran membosankan atau tidak, di samping
dipengaruhi oleh minat peserta didik, juga dipengaruhi oleh cara guru
menyampaikannya. Dengan kata lain, guru harus mampu menampilkan pribadi yang
menyenangkan di hadapan peserta didik.
C. PEMBELAJARAN PPKN DI SMA NEGERI 1 FAKFAK
Pembelajaran PPKn di SMA Negeri 1 Fakfak
mestinya tidaklah berbeda dengan sekolah lain. Namun demikian, beberapa hal
menjadi pembeda di SMA Negeri 1 Fakfak dibanding sekolah lain di luar Papua
antara lain:
1.
Sosial Ekonomi
Kondisi sosial di Kabupaten
Fakfak berbeda dengan kondisi sosial di luar daerah Papua. Status daerah
termiskin yang disandang Provinsi Papua Barat yaitu 36,80% sangat berpengaruh
terhadap konsep pendidikan di kalangan penduduk dan pejabat daerah. Menyandang
status sebagai daerah otonomi khusus (Otsus sesuai UU No. 21 Tahun 2001)
mestinya mampu mengangkat harkat dan martabat orang asli Papua. Faktanya, Papua
Barat belum mampu berbenah dari predikat sebagai daerah termiskin. Status ini
akan sangat berpengaruh pada konsep pendidikan masyarakatnya. Derajat
kemiskinan masih membelenggu masyarakat, sehingga pendidikan belum menjadi
kebutuhan utama.
2.
Kondisi Politik
Status Otonomi Khusus Papua dan Papua
Barat sejak 2001 tidak langsung mengubah pandangan orang Papua terhadap status
kebangsaan orang asli Papua. Status kebangsaan orang asli Papua masih terlalu
sering diragukan oleh sebagian besar orang asli Papua. Hal ini berpengaruh
terhadap pandangan orang asli Papua dalam menyikapi pembelajaran PPKn. Tanggung
jawab guru PPKn untuk membangkitkan semangat cinta tanah air banyak terkendala
dalam doktrin berkembangnya nasionalisme ganda orang asli Papua (Meteray,
2012).
Sekolah sebagai
institusi formal mempunyai tanggung jawab dalam merevitalisasi sense of nationalism, disemai,
ditumbuhkan dan siap untuk menjadi penopang tegaknya NKRI (Supandi, 2012:25).
Pembentukan rasa kebangsaan terhadap bangsa Indonesia bukan timbul begitu saja.
Menurut Elson (Meteray,2014:3) menyebut di Indonesia, khususnya di Jawa merupakan
tempat awal orang Indonesia mulai membicarakan “keindonesiaan”. Kesadaran
keindonesiaan di Papua baru disemai pada 1945 hingga 1962 melalu gerakan
bawah-tangan karena Papua masih di bawah pemerintahan kolonial Belanda (Meteray,2012:267).
Perbedaan wilayah
serta sejarah terbentuknya Papua menjadi NKRI hingga kini masih menyimpan rasa
bahwa orang Papua bukan bagian dari bangsa Indonesia (Soewarsono
2008:106). Pandangan ini mengakar dengan menguatnya keinginan merdeka dari
sekelompok masyarakat yang melihat belum ada perbaikan kesejahteraan masyarakat
sejak Papua menjadi bagian dari NKRI (Soewarsono, 2008:82). Pemahaman yang
kurang baik terhadap Indonesia harus dikurangi dan dibuang habis melalui proses
pembelajaran di sekolah.
Usaha untuk meningkatkan
nasionalisme Indonesia di kalangan siswa salah satunya dilakukan melalui
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam struktur kurikulum tujuan
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah: 1) Berpikir secara kritis,
rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; 2) Berpartisipasi
secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi; 3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk
diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup
bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; dan 4)
Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung
atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut, ruang lingkup utama pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan adalah
persatuan dan kesatuan bangsa di dalamnya dibahas hidup rukun dalam perbedaan,
cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap
positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan
keadilan (Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi).
4.
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Guru
Pendidikan Kewarganegaraan berperan dalam membangun nasionalisme dengan
menerapkan rasa cinta tanah air, kesadaran akan hak dan kewajiban, tanggung
jawab, kepedulian sosial, dan semangat kebangsaan yang didasarkan pada
Pancasila kepada siswa melalui proses pembelajaran.
Faktor-faktor
yang menghambat dalam meningkatkan nasionalisme Indonesia terdapat pada diri
siswa itu sendiri, siswa terlambat dan kurangnya kesadaran serta kepedulian
siswa menjadi masalah utama yang dihadap guru Pendidikan Kewarganegaraan. Sikap
apatis yang ditunjukkan siswa terlihat dari kurangnya peran dan partisipasi
siswa dalam menjaga simbol-simbol negara yang ada dalam kelas. Selain itu
kondisi siswa yang sudah terkontaminasi pengaruh global menyulitkan peningkatan
nasionalisme Indonesia pada siswa. Upaya yang dilakukan guru PKn dalam
mengatasi hambatan-hambatan yang muncul yaitu dengan melakukan pendekatan
kepada siswa. Pendekatan dilakukan kepada perorangan, memotivasi siswa yang
dinilai memiliki masalah dengan pembelajaran, memberikan solusi kepada siswa
yang kesulitan belajar. Selain itu, guru Pendidikan Kewarganegaraan
memposisikan diri sebagai yang patut dan layak ditiru dengan terlibat langsung
dalam setiap kegiatan di sekolah antara lain menjadi pembina upacara, sebagai
pendamping kegiatan paskibraka, hadir tepat waktu, dan bertindak adil
B.
SARAN
Untuk
pihak sekolah lebih memfasilitasi kegiatan siswa dalam meningkatkan
nasionalisme Indonesia pada siswa khususnya dalam melengkapi simbol-simbol
kenegeraan di kelas, di ruang guru, di ruang kepala sekolah dan di sekolah
secara umum.
Pada
penentu dan pengambil keputusan negara, jumlah jam pembelajaran PPKn harus
ditambah mengingat banyaknya materi dan beratnya tuntutan moral dan karakter
bangsa yang harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh siswa.
REFERENSI
Balitbang
Puskurbuk Kemdikbud, 2012
Olivia
(1992). Developing the curriculum. (Third Edition). United States: HarperCollins
Publisher.
Somantri, Numan. (2001). Menggagas Pembaharuan
Pendidikan IPS. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Budimansyah
dan Winataputra, Udin. (2007). Civic Education: Konteks, Landasan, Bahan Ajar
dan Kultur Kelas. Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan UPI.
Meteray, Bernarda.Nasionalisme Ganda Orang Papua. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas, 2012.
Supandi, Ade. Membangun Nasionalisme dalam Rangka Ketahanan Nasional dalam buku Perilaku Nasionalistik Masa Kini.
Yogyakarta: Mata Bangsa, 2012
http://www.pengertianahli.com/2013/09/pengertian-kurikulum-menurut-para-ahli.html,
akses 18 Sep 2016.